Like Water for Chocolate

Telenovela dalam bentuk buku bernuansa magis

•••


Identitas buku:

Judul: Like Water for Chocolate

Penulis: Laura Esquivel

Penerbit: Bentang Pustaka

Tahun: 2018

Jumlah: 256 halaman

ISBN: 9786022914969

Kategori: Fiksi, novel, romansa, tragedi, Amerika Latin, Meksiko, realisme magis


•••


Blurbnya:

Terlahir sebagai putri bungsu keluarga La Garza, Tita harus mematuhi tradisi untuk tidak pernah menikah demi merawat orang tua. Namun, Tita justru jatuh cinta kepada Pedro. Mama Elena, ibunya, berang dan menikahkan Pedro dengan kakak Tita. Wanita itu bahkan memaksa Tita menyiapkan jamuan pesta pernikahan mereka.


Maka terciptalah kue pernikahan Chabela yang mencetuskan kehampaan di hati semua tamu yang menyantapnya hingga menangis tersedu sedan. Namun, tanpa Tita sadari, pernikahan Pedro barulah awal dari rentetan tragedi lain dalam hidup Tita. Betulkah nasib sekejam itu kepadanya?


Best seller selama hampir 2 tahun di Meksiko, Amerika, dan diikuti di negara-negara lain Like Water for Chocolate menyajikan pergulatan budaya Amerika Latin, feminisme, politik, dan revolusi yang dibingkai sebuah drama keluarga. Kisah yang membumi dengan sentuhan nuansa magis ini akan menyadarkan pembaca bahwa dapur bukan sekadar tempat mengolah makanan, tetapi juga muara sebuah kehidupan.


•••


Garis besarnya:

Kisah berpusat pada keluarga La Garza. Mama Elena, yang telah menjadi orang tua tunggal atas tiga gadisnya: Rosaura, Gertrudis, dan Tita, memegang kuat setiap tradisi dalam keluarga mereka dari generasi ke generasi.


Semua berjalan layaknya keluarga biasa hingga Tita jatuh cinta kepada Pedro dan mengatakan laki-laki itu akan datang melamarnya, dan kian runyam tatkala Mama Elena menolak mentah-mentah ide tersebut dan menyebutkan aturan anak bungsu keluarga La Garza tidak boleh menikah, tidak boleh memiliki pasangan, sebab akan bertugas merawat sang ibu sampai tua dan mati.


Ketika Pedro berkunjung ke rumah, Mama Elena justru menyarankan laki-laki itu untuk menikahi putrinya yang lain, Kakak Tita, putri sulung La Garza: Rosaura. Mengetahui Tita tidak akan pernah mendapatkan izin menikah serta menyadari dirinya akan tinggal di rumah yang sama, Pedro pun menyetujui menikahi Rosaura agar bisa berdekatan dengan Tita yang berarti pula keduanya terus berada dalam pengawasan ketat Mama Elena.


Mengabaikan perasaan Tita yang dongkol dan kecewa, pernikahan Pedro dan Rosaura tetap berlangsung. Mama Elena bahkan menugaskan Tita menghidangkan makanan pada pesta tersebut. Sejak saat itu, Tita, yang dibesarkan di dapur dan banyak mempelajari resep keluarga, menuangkan emosi ke dalam setiap hidangan yang dia masak, setiap harinya. Sentimen tersebut menjalar kepada siapa pun yang menyantapnya. Entah kesedihan, kemarahan, hingga hasrat cinta.


•••


Resensinya:

Sebenarnya, tema kuliner cukup jarang saya temui tatkala membaca novel—mungkin banyak, hanya, barangkali, genrenya belum tentu saya gemari—kecuali baru satu yakni Pengantin-Pengantin Loki Tua. Nah, saya membeli buku ini sebenarnya iseng sebab harganya yang uwo uwo murce sekali di lokapasar Bentang Pustaka. Sepuluh ribu rupiah! Bahkan kalau pas tanggal cantik atau tanggal gajian bisa kurang dari itu, hahaha.


Like Water for Chocolate, buku menarik yang menampilkan lanskap kecil budaya Meksiko melalui drama keluarga. 


Tanpa mengabaikan romansa di dalamnya, kelezatan makanan plus ditambah sentuhan realisme magis membuat masakan ala Meksiko dalam buku ini hidup dan menjadi pusat sekaligus penggerak cerita. Alih-alih menjelma sebagai novel berisi kumpulan resep, Like Water for Chocolate justru menempatkan makanan sebagai aspek penting dari budaya dan struktur sosial di Meksiko. 


Perempuan pun berperan penting dalam kehidupan rumah tangga dan memegang kunci tradisi makanan di sana. Perempuan tidak hanya memiliki kebebasan dan otoritas besar di dapur, bahkan mereka bangga mampu melestarikan dan mewariskan kecintaannya terhadap makanan serta menjadi sumber inspirasi di dapur. 


Saya ingin memberikan contoh bagaimana Laura apik memadukan masakan dengan realisme magis yakni tatkala Tita patah hati lantas harus menjadi juru masak pada pernikahan Pedro dan kakaknya, air matanya menetes ke adonan kue membuat mereka yang memakannya merasakan kerinduan yang hebat sampai muntah-muntah. Cerita lain sewaktu Tita bergairah setelah bertemu Pedro lantas mengolah burung puyuh dan kelopak mawar, Gertrudis—begitu makan—terbakar api gairah dan bergegas mandi untuk memadamkan nyalanya. Namun, dia justru makin membara hingga lari tanpa berbusana dan pergi dari rumah bersama laki-laki berkuda yang tidak dikenal yang kebetulan lewat dan keduanya bercinta di atas kuda, wkwkwk.


Selain menyuguhkan menu masakan, Like Water for Chocolate menyajikan konsep keluarga Meksiko yang menekankan pada familisme, yakni kesetiaan, penghormatan, dan menempatkan keluarga sebagai pusatnya. Nilai-nilai inilah yang Laura eksplorasi melalui Tita kala menggugat tradisi aneh keluarganya hingga memantik ketegangan hubungan antara anak dan orang tua. Novel ini cukup baik menangkap beban tradisi yang menghasilkan ketidaknyamanan hingga menorehkan pembangkangan dan bagaimana seseorang meraih tujuan kebebasannya.


Banyak hal yang pembaca dapatkan lewat karakter-karakternya. Sebut saja, melalui perkembangan karakter Tita, buku ini mengajarkan kepercayaan diri, kebangkitan dari keterpurukan, dan keberanian untuk jujur pada perasaan sendiri, termasuk urusan hati. Melalui Rosaura, kita belajar untuk bersikap tegas, baik terkait perasaan maupun keadaan. Melalui dominasi Mama Elena, pembaca bisa menempatkan diri selaku orang tua yang lebih mendengarkan dan mengedepankan negosiasi, tidak melulu terus memaksakan kehendak atau meminta anak-anak menurut, serta jangan sedikit-sedikit main hukuman pakai kekerasan fisik maupun ucapan. Duh ….


Yang saya kurang sukai yakni tokoh Pedro yang cenderung menampilkan hasrat cinta dan gairah, egois, tidak punya nyali, enggan berkorban, gemar memberikan harapan dan penantian yang tidak pasti, yang membelenggu Tita dalam rasa cemburu dan sakit hati. Dan saya pun gemas dengan Tita yang mau-maunya kekeuh memilih Pedro, sementara ada dr. John yang lebih bertanggung jawab dan oke punya. Laah ….


Secara keseluruhan, buku ini layaknya telenovela yang memuat drama, romansa, sensualitas, pengkhianatan, dan makanan dalam sebuah keluarga semasa revolusi Meksiko. Laura menuliskannya dengan gaya bercerita yang ringan lagi unik, terdiri atas dua belas bab mengikuti nama bulan, setiap babnya berjudul masakan beserta bahan-bahan kemudian cerita dibuka dengan bagaimana cara membuatnya sebelum teraduk mulus dan rapi dalam jalinan narasi. Termasuk tip dan trik seputar olahan masakan.


Terjemahannya baik, bisa dinikmati dengan mudah sampai ke halaman terakhir. Bagi pembaca dewasa yang menyukai genre realisme magis maupun penggemar cerita cinta terlarang atau penyuka plot yang bikin tepok jidat dengan akhir cerita membuat geleng-geleng, silakan baca buku Like Water for Chocolate.


Ngomong-ngomong, novel ini sudah ada filmnya yang tayang tahun 1992 dan HBO juga merilis serialnya sejak November 2024 lalu. 

Tertarik baca atau sudah baca atau malah sudah nonton, nih? 


•••


Kutipannya

Sangat menyenangkan menghirup aroma karena aroma memiliki kekuatan untuk membangkitkan kenangan, membawa kembali suara-suara, bahkan aroma-aroma lain yang tidak berkaitan dengan masa sekarang. (Hal. 7)


Kau tahu benar bahwa menjadi anak bungsu artinya kau harus mengurusku hingga aku meninggal. (Hal. 9)


Jika kita tidak dapat menikah dan memiliki anak-anak, siapa yang akan menjaganya ketika beranjak tua? Atau apakah putri-putrinya yang tetap tinggal di rumah dan mengurus ibu mereka tidak diharapkan bertahan terlalu lama setelah kematian orang tua mereka? Dan, bagaimana tentang wanita-wanita yang menikah dan tidak memiliki anak, siapa yang akan menjaga mereka? Selain itu, penelitian macam apa yang menetapkan bahwa anak perempuan bungsulah, dan bukan anak sulung, yang tepat untuk mengurus ibu mereka. Apakah pendapat anak perempuan yang terkena dampak rencana tersebut pernah dipertimbangkan? Jika tidak dapat menikah, apakah tandanya dia diizinkan merasakan cinta? Atau itu juga tidak boleh? (Hal.10) 


Ingat, orang malas dan orang kikir sama-sama harus bekerja dua kali. (Hal. 11)


Pepatah mengatakan bahwa orang tuli tidak dapat mendengar, tetapi dapat memahami. (Hal. 14)


Katanya, setiap manusia terlahir dengan kotak korek api dalam tubuhnya, tetapi kita tidak bisa menyulutnya sendiri. Seperti eksperimen ini kita memerlukan oksigen dan lilin untuk menyalakannya. Dalam kasus ini, oksigen, contohnya, akan diperoleh dari napas seseorang yang kau cintai. Lilin dalam bentuk makanan, musik, belaian, kata, atau suara yang menimbulkan ledakan yang akan menyalakan salah satu korek api itu. Untuk sesaat kita akan terkesima oleh luapan emosi. Kehangatan menentramkan tubuh dalam diri kita, perlahan-lahan memudar seiring waktu hingga ledakan baru datang untuk mengembalikannya. Setiap orang harus menemukan hal-hal yang dapat menghidupkan ledakan-ledakan itu karena pembakaran yang terjadi ketika salah satu korek tersulut itulah yang akan memberi asupan jiwa. Api itu, singkatnya, adalah makanan jiwa. Jika seseorang tidak segera menemukan yang dapat menyulut ledakan-ledakan ini, sekotak korek api akan lembap, dan tidak ada satu pun yang bisa dinyalakan. (Hal. 118-119)


Apa pun dapat dianggap benar atau salah, tergantung apakah seseorang memercayainya. (Hal. 131)


Kenapa aku harus mengorek luka yang sudah kering! (Hal.139)


Kau tahu seperti apa para lelaki. Mereka semua tidak ingin makan di piring yang tidak bersih. (Hal. 139)


Bila kelak kau jatuh cinta, jangan jadi pengecut. (Hal. 154)


Kehidupan telah mengajarinya bahwa tidak ada yang semudah itu. Hanya sedikit orang yang bertekad bulat menggapai semua keinginannya dengan segala cara, dan keinginan menetapkan jalan hidup masing-masing membutuhkan upaya yang lebih berat daripada yang diduganya. (Hal. 173)


Betapa mudah mengucapkan keinginan apa pun ketika masih kanak-kanak. Seolah tidak ada yang mustahil. Setelah tumbuh dewasa, seseorang menyadari banyak hal yang tidak dapat diharapkan, hal-hal yang terlarang, berdosa. Tidak pantas. (Hal. 181)


Aku tahu siapa diriku! Orang yang memiliki hak sepenuhnya menjalani hidup sesuai keinginannya. (Hal. 206)


Seseorang dapat selalu menyiapkan hidangan lezat dengan sedikit imajinasi dan kesungguhan hati. (Hal. 216)


Ungkapan favoritnya adalah orang yang menganggur cenderung melakukan hal-hal buruk. (Hal. 227-228)


Betapa bahagianya melihat wanita yang jatuh cinta menangis penuh perasaan. (Hal. 231)


Ada beberapa hal dalam hidup yang seharusnya tidak dipersoalkan jika tidak mengubah hal utama. (Hal. 231)


Posting Komentar

0 Komentar