Moby Dick

Manusia vs alam? Siapa pemenangnya?

•••


Identitas buku:

Judul: Moby Dick

Penulis: Herman Melville

Penerbit: Narasi

Tahun: 2024

Jumlah: 76 halaman

ISBN: 9786238392476

Kategori: Novel, fiksi, klasik, perburuan paus


•••


Blurbnya:

Berkisah tentang Kapten Ahab yang terobsesi dengan seekor paus putih bernama Moby Dick, yang diceritakan oleh Ishmael, seorang pelaut di kapal milik Ahab, Pequod.


Ishamel berencana untuk bergabung dengan kapal pemburu paus, karena itu dia memutuskan untuk pergi ke New Bedford, Massachussets. Di sebuah penginapan yang penuh sesak, dia berkenalan dengan seorang penombak bernama Queequeg. Mereka berdua pun bergabung dengan kapal pemburu paus milik Kapten Ahab, yang menurut awak kapalnya sebagai sosok seperti “Tuhan” tapi berjiwa manusia.


Di atas deknya, Kapten Ahab bersumpah akan menangkap Moby Dick apa pun yang terjadi. Dia sudah kehilangan satu kakinya, mulai dari lutut sampai bawah, hingga harus menggunakan kaki palsu, gara-gara paus itu. Obsesi Kapten Ahab yang berlebihan itu membuatnya hilang akal dan membahayakan para awak kapalnya. Bahkan ada salah satu awak kapal Pequod yang meramalkan kematian Kapten Ahab.


Awal perburuan mereka tak mendapatkan hasil apa pun. Namun begitu memasuki Samudra Hindia, badai menerjang Pequod, dan malang pun tak dapat dihindari.


Ikuti kisah seru mereka dalam perburuan tersebut.


•••


Garis besarnya:

Saya tidak menulis garis besar ceritanya sebab blub sudah cukup jelas menggambarkannya.


•••


Resensinya:

Perkenalan pertama saya dengan Herman Melville. Saya memilih buku ini karena faktor tipisnya dan memang sedang mencari buku sekali duduk, hehehe.



Moby Dick bukanlah kisah petualangan perburuan paus semata, lebih jauh lagi, novel ini mengangkat perihal relasi manusia dengan alam, obsesi, otoritarianisme, hingga antirasisme.


Melville apik memberikan gambaran umum tentang sebuah era tatkala penjelajahan perburuan paus dan mengolah minyak dari lemaknya sebagai sebuah industri menguntungkan sehingga banyak ekspedisi paus memperpanjang durasi pelayaran perburuan.


Dimulai dari kapal-kapal penangkap paus yang berpangkalan di pelabuhan, rekrutmen awak kapal, informasi pelayaran, ketangguhan paus yang mengerikan, keberanian para pemburu paus, dan banyak lainnya. Deskripsinya tentang kehidupan selama berada di laut cukup mampu memantik kecemasan hingga teror perburuan paus.


Aksi petualangan para pelaut di kapal penangkap ikan paus tersebut tidak sekadar mengungkap motivasi awak kapal untuk mengisi dompetnya yang hampir kosong, melainkan juga Melville memberikan metafora atau cerminan posisi manusia di alam melalui tokoh-tokohnya. Ada yang meyakini ditakdirkan untuk mendominasi alam, menjinakkan atau menaklukkannya–bahkan dengan keterbatasan manusia dan teknologi yang sedang berkembang; ada pula yang ingin menguasai dan mengeksploitasi alam dan sumber dayanya demi keuntungan; ada yang memandang alam merupakan sesuatu yang dahsyat, sesuatu yang mengerikan sehingga berusaha memahami alam, lewat kehadiran si paus Moby Dick; sampai yang berusaha menghancurkannya dengan cara apa pun.


Akan tetapi, novel ini telah berhasil melumasi perjalanan manusia itu sendiri bahwa dalam dominasi manusia atas alam, pengejaran manusia atas alam, tetap saja menyingkapkan keterbatasan, kelemahan, dan kerentanan manusia itu sendiri.


Alam (entah binatangnya, tumbuh-tumbuhannya, lautan, angkasa, bahkan daratan) bisa merepresentasikan kekuatan yang mustahil dilawan. Manusia sepatutnya menghormati dan melindungi mereka agar alam terus berkelanjutan sebab cakupannya yang begitu luas dan belum sepenuhnya dikenal.


Selain keterkaitan manusia dengan alam, Melville turut membawa pembaca pada kisah  ekspansi Kapten Ahab yang terdorong ke titik kegilaan oleh dendam atas nyawa paus bernama Moby Dick, menggambarkan bahaya obsesi manusia dapat mengantarkan diri dan sekitarnya menuju kehancuran. 


Tidak cukup, Moby Dick mengingatkan pembaca atas bahaya otoritarianisme yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang kerap menebar ancaman, ketakutan, mengintimidasi, mendominasi, tidak memedulikan orang lain sampai-sampai mengabaikan kemanusiaan karena menghilangnya empati. 


Meski demikian, ada hal positif dalam buku ini yang bisa pembaca ambil. Seperti kegigihan seorang pelaut, perjuangan keras mereka untuk bertahan hidup dan kembali ke daratan, keberanian mereka di atas lautan yang masih menyimpan misteri. Setidaknya, membantu pembaca untuk menghargai peran atau profesi pelaut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di sektor perdagangan.


Hal lain, novel ini menawarkan persahabatan antara awak kapal yang melintasi batas ras. Di atas lautan, dalam waktu yang cukup lama, terombang-ambing, multikulturalisme menjadi suatu nilai yang penting untuk dipelajari dan dipahami.


Moby Dick, meski novel ini hadir sekitar dua abad lalu, tetapi masih menarik untuk diinterpretasikan, masih banyak tema yang relevan hingga sekarang: perburuan binatang, kesehatan mental, kepemimpinan, dan lainnya.





Menggunakan sudut pandang orang pertama dan alur maju, buku ini mudah untuk dipahami dan habis dalam sekali duduk. Novel ini saya saya rekomendasikan untuk pencinta kisah klasik maupun hal-hal bertema lingkungan.


Tertarik baca?

 

•••


Kutipannya:

Ada sesuatu tentang laut lepas yang membuatku bersemangat saat aku sedang sedih (Hal. 1)


Saat dayung kami menghantam gelombang lautan, aku makin menyadari betapa kecil dan tak berdayanya kami di tengah hamparan air seluas ini. (Hal. 37).


Posting Komentar

0 Komentar