Goodbye, Eri

Sebuah komik rasa sinematik

•••

Identitas buku:

Judul: Goodbye Eri

Penulis: Tatsuki Fujimoto

Penerbit: m&c!

Tahun: 2024

Jumlah: 200 halaman

ISBN: 9786230315169

Kategori: fiksi, komik, one-shot, film, fantasi


•••

Blurbnya:

Yuta mulai membuat film atas permintaan ibunya yang sakit. Setelah kematian ibunya, Yuta yang ingin bunuh diri, bertemu dengan seorang gadis cantik misterius bernama Eri. Mereka mulai membuat film bersama. Namun, Eri menyimpan sebuah rahasia.


Inilah kisah remaja mengenai film, di mana realitas dan kreativitas saling terkait dan meledak!


•••


Garis besarnya:

Yuta, seorang remaja sekolah menengah yang memiliki ketertarikan dengan film, mendapatkan hadiah ulang tahun berupa ponsel dari ibunya. Sang ibu memintanya merekam hari-hari terakhir kehidupan sebelum kematian dan menjadikannya film untuk festival sekolah. Namun, film itu tidak mendapat sambutan baik. Banyak yang mencelanya karena akhir film yang menampilkan ledakan di rumah sakit tempat ibu Yuta dirawat. Tertekan dengan hinaan tersebut, Yuta, padahal sudah sepenuh hati membuat film tentang ibunya, memutuskan untuk bunuh diri. Namun, sesaat hendak melompat, dia bertemu seorang gadis bernama Eri, yang malah mengajaknya menonton film sebelum memintanya membuat film kedua.


•••


Resensinya:

Satu lagi one-shoot karya Tatsuki Fujimoto sensei yang sayang untuk dilewatkan selain Look Back (resensinya di sini). 


Sama-sama berlatar industri kreatif, berbeda dengan Look Back yang menonjolkan persahabatan serta menawarkan kehangatan dalam dunia komikus, Goodbye, Eri lebih banyak menyentuh cinta, tragedi, dan kenangan lewat dunia perfilman.


Fujimoto sensei menggunakan film sebagai perekat hubungan antara Yuta dan Eri, bahkan menghidupkan karakter-karakter di dalamnya melalui kisah yang memadukan realitas dan fiksi secara bersamaan. 


Membaca Goodbye, Eri terasa istimewa sebab gaya penceritaan yang sangat-sangat-sangat-berbeda-sekali dengan Look Back, Fujimoto sensei terus menggiring pembaca melalui empat panel horisontal pada setiap halamannya yang menyimulasikan layaknya kita sedang menonton sebuah film melalui perspektif Yuta yang tengah merekam lewat ponselnya. Perlakuan artistik yang menghasilkan gambar sinematik inilah yang memungkinkan pembaca menyangsikan kebenaran/realitas sepanjang kisahnya. Mana yang betulan, mana yang enggak. Apakah yang sedang dilihat itu sungguhan atau bagian dari film Yuta. Belum lagi akhir ceritanya sangat kuat yang memungkinkan memantik diskusi.







Komik ini berhasil menyampaikan gerakan "dinamis" yang sama ke dalam halaman statis atau menampilkan perspektif kamera yang merekam film: bidikan-bidikan gambar statis, zoom in-zoom out, sudut close up yang tidak menarik, pengambilan candid karakter yang bahkan tidak melihat ke "kamera", efek goyang/blur buatan yang ditambahkan untuk membuat panel terlihat "beresolusi rendah". Beberapa panel berulang digunakan pada subjek maupun objek tertentu untuk menceritakan sebuah kisah, meski sesungguhnya jika dicermati dengan baik-baik tetap ada perubahan ekspresi wajah maupun pergerakan benda yang terjadi dengan sangat mulus dan halus.


Lewat Goodbye, Eri, Fujimoto sensei ingin mengungkapkan kecintaannya terhadap film. Lebih jauh lagi, dalam pandangan saya, kisah Yuta ini mengeksplorasi perihal bagaimana cara manusia menempatkan ingatannya terhadap seseorang yang telah tiada. Dan pilihan Yuta yakni lewat film dan menambahkah unsur ledakan sebagai bagian dari cara Yuta melepaskan diri dari masa lalu, untuk move on dan terus bergerak ke depan.


Komik yang mengangkat topik coming of age melalui proses kedewasaan Yuta yang bertumbuh dari awal sampai akhir, sejak ragu kemudian mantap, ini juga mengajak pembaca untuk lebih berpikir terbuka bahwa penggambaran yang nampak dalam layar kaca belum tentu mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Tidak lupa, Goodbye, Eri juga sedikit membicarakan kasih sayang/pengasuhan orang tua: ada ekspektasi berlebihan orang tua kepada anak.


Berbeda dengan Look Back yang mengajak pembaca untuk lebih dekat dengan para tokoh-tokohnya, merasakan pengalaman bersama dengan karakter-karakternya, Goodbye, Eri tidak memungkinkan pembaca merasakan keintiman Yuta dan Eri. Mereka memang sering berada di tempat yang sama, menonton film bersama, merencanakan film Yuta berikutnya, mencoba mencari tahu apa isi ceritanya, dan seolah-olah kita ada di sana bersama mereka, tetapi sebenarnya tidak. Ada jarak yang menahan pembaca menjadi seorang penonton yang tidak berada di sana bersama mereka berdua karena melihatnya dari lensa kamera.


Komik ini bisa habis dibaca dalam sekali duduk sebab memberikan tampilan berupa panel-panel sederhana dan berulang. Buku ini, sekali lagi, cocok untuk yang ingin mengenal karya Tatsuki Fujimoto sebelum seri Chainsaw Man


Goodbye, Eri, sebuah komik yang bakal membawa pembaca pada satu perjalanan ringkas penuh emosional sekaligus berkata “haaa” secara bersamaan, terutama setelah membalik halaman terakhirnya.


Tertarik baca?


•••


Kutipannya:

Kalau enggak banyak nonton, kau nggak akan bisa membuat film yang menarik bagi semua orang. (Eri)


Hidup itu indah, berkilau, dan cantik. Siapa pun yang ingin bunuh diri, jangan lakukan! Manusia suatu saat pasti akan mati. Jadi, kita harus tetap hidup sampai waktunya tiba. (Yuta)


Karya adalah tentang menyelami masalah penonton agar mereka tertawa dan menangis. Nggak adil kalau kreatornya juga enggak terluka. (Ayah Yuta)


Posting Komentar

0 Komentar