The Tokyo Zodiac Murders

Novel teka-teki yang meminta partisipasi pembaca untuk menemukan siapa pelakunya.

•••


Identitas buku:

Judul: The Tokyo Zodiac Murders

Penulis: Soji Shimada

Penerbit: GPU

Tahun: Cetakan kelima: 2020

Jumlah: 360 halaman

ISBN: 9789792285918

Kategori: fiksi, misteri


•••

⭐: 4.5/5


Blurbnya:

Pada suatu malam bersalju tahun 1936, seorang seniman dipukuli hingga tewas di balik pintu studionya yang terkunci di Tokyo. Polisi menemukan surat wasiat aneh yang memaparkan rencananya untuk menciptakan Azoth—sang wanita sempurna—dari potongan-potongan tubuh para wanita muda kerabatnya. Tak lama sesudah itu, putri tertuanya dibunuh. Lalu putri-putrinya yang lain serta keponakan-keponakan perempuannya tiba-tiba menghilang. Satu per satu mayat mereka yang termutilasi ditemukan, semua dikubur sesuai dengan prinsip astrologis yang diuraikan sang seniman. 


Pembantaian misterius itu mengguncang Jepang, menyibukkan pihak berwenang dan para detektif amatir. Namun tirai misteri tetap tak terpecahkan selama lebih dari 40 tahun. Lalu pada suatu hari di tahun 1979, sebuah dokumen diserahkan kepada Kiyoshi Mitarai, seorang astrolog, peramal nasib, dan detektif eksentrik. Dengan didampingi Dr. Watson versinya sendiri, ilustrator dan penggemar kisah detektif, Kazumi Ishioka, dia mulai melacak jejak pelaku Pembunuhan Zodiak Tokyo serta pencipta Azoth yang bagaikan lenyap ditelan bumi.


Kisah menarik tentang sulap dan ilusi karya salah satu pencerita misteri terkemuka di Jepang ini disusun seperti tragedi panggung yang megah. Penulis melemparkan tantangan kepada pembaca untuk membongkar misteri sebelum tirai ditutup.


•••


Garis besarnya:

Heikichi Umezawa, seorang seniman introver yang gemar mengurung diri di studionya yang terletak tidak jauh dari rumah utamanya. Dia menulis sebuah surat berisi rancangan penciptaan wanita sempurna—baik fisik maupun astrologi—bernama Azoth yang berasal dari potongan-potongan tubuh anak dan keponakannya yang seluruhnya perempuan berdasarkan perhitungan astrologi kelahiran mereka, alkemi, dan letak geografi Jepang. Namun, belum sempat dia mewujudkannya, Heikichi menjadi korban pertama yang terbunuh di antara keluarganya di studionya yang terkunci dari dalam. Selanjutnya, satu per satu anak dan keponakannya pun terbunuh sesuai perhitungan dan petunjuk, serta dikuburkan di lokasi yang tertulis dalam surat.


Polisi tidak bisa menemukan siapa pelaku sebenarnya hingga kasus jalan di tempat. Empat puluh tahun kemudian, Kazumi Ishioka mengisahkan peristiwa tersebut kepada temannya, Kiyoshi Mitarai. Keduanya lantas mencoba mengurai kembali peristiwa yang telah lampau berdasarkan dari catatan-catatan yang ada.


•••


Resensinya:

Antusias! Barangkali itu kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana pengalaman saya membaca The Tokyo Zodiac Murders. Buku misteri ini hadir dalam konsep yang belum pernah saya temukan sebelumnya dan meski nuansa astronomi astrologinya kental—penuh dengan zodiak, linta, bujur, dst. dst. yang tentu saja saya perlu waktu untuk mencernanya karena mirip fiksi ilmiah—saya tetap bisa menikmatinya.


The Tokyo Zodiac Murders bukanlah novel misteri seperti kebanyakan novel detektif pada umumnya. Novel ini merupakan novel teka-teki yang berfokus pada plot dan petujuk—karena kejadiannya, kan, telah lewat lama. Soji secara langsung mengisahkan misteri melalui plot-plot kejadian secara berurutan dan menebar petunjuk di sepanjang percakapan dan narasi antara Kazumi dan Kiyoshi. Nah, serunya lagi, Soji menyuguhkan gambar peta, tabel, dan berbagai ilustrasi (seperti denah TKP, silsilah keluarga) yang membuat kisah pembunuhan beserta ilusinya sangat meyakinkan sehingga menjadi sebuah kasus yang sulit terpecahkan—

selain latar waktu tahun 1936 yang memang teknologi belum berkembang pesat di Jepang—serta tidak ketinggalan surat tantangan terbuka Soji kepada pembaca untuk turut serta memecahkan misteri dan mengungkapkan siapa pelaku dari rentetan kasus empat puluh tahun yang lalu yang melibatkan satu keluarga tersebut.


Terus terang, struktur novel semacam ini baru saya dapatkan dari The Tokyo Zodiac Murders. Jika biasanya detektif akan terlibat dalam peristiwa atau dimintai tolong rekan kepolisian untuk ikut membantu, tetapi di buku ini satu orang pemuda sedang berkisah mengenai peristiwa empat puluh tahun yang lalu dan satu pemuda mendengarkan. Selain itu, jika kebanyakan buku-buku detektif cenderung muram dan gelap, di sini malah ceria karena tokoh-tokohnya. Asyik sekali membaca bagaimana keduanya, yang memiliki karakter berlawanan, saling melempar teori tentang cara mengungkap kasus pembunuhan tertutup yang dialami Heikichi dan saling mendebat satu sama lain, maupun saling menyampaikan perkembangan informasi terkait kasus tersebut.


Dari segi cerita termasuk unik sebab Soji mengaitkan misteri, mistis, dan astronomi. Soji piawai menyusun narasi sehingga novel ini terasa seolah-seolah merupakan kisah nyata yang pernah terjadi di Jepang. Alurnya sempat lambat pada awal-awal bab dan makin seru saat pertengahan hingga akhir, dan plotnya tertulis rapi, mulus, dan mengecoh meski kasus yang diangkat dalam buku ini sebenarnya termasuk sederhana jika pembaca terbiasa membaca novel maupun komik misteri/detektif. Makanya saya merasa familiar ketika membaca potongan tubuh sejumlah mayat dalam buku ini, mirip dengan komik Kindaichi, tetapi tentu saja The Tokyo Zodiac Murders terbit lebih dahulu. Btw, saya mengesampingkan kesamaan trik tersebut. Bagi saya, The Tokyo Zodiac Murders kisah detektif klasik yang keren dengan cerita pembunuhan yang tidak biasa.


Saya puas usai menamatkannya. Penyelesaian kasus ditutup dengan cantik dan rapi. Saya menyukai bagian akhir cerita yang khusus berisi surat dari sang pelaku yang mengurai serta menjawab sejumlah plot yang tersisa dalam kasus The Tokyo Zodiac Murders.


Apakah saya berhasil menerka siapa pelakunya? Tentu saja. Pun dengan motifnya bisa saya perkirakan, sebab Soji terlalu menebar banyak petunjuk, hahaha.


Yang perlu menjadi perhatian yakni barangkali model penceritaan ala dokumenter semacam ini tidak menarik bagi banyak orang, sebab sensasi untuk berdebar-debar karena ketegangan selama kejadian berkurang. Belum lagi prolog sudah berisi surat wasiat Heikichi tentang impiannya perihal Azoth—serta surat-surat dari tokoh lainnya—hingga berlembar-lembar, banyaknya istilah astronomi dan astrologi di sepanjang cerita—saya sesekali melewatkan membacanya, kok, hahaha—lalu kemampuan memvisualisasikan lokasi TKP maupun bagian tubuh yang terpotong, nama korban yang banyak dan mirip-mirip, proses penyelidikan yang berputar-putar, serta detail-detail lainnya bisa saja membuat pembaca meletakkan buku sebelum usai menamatkannya karena kelelahan menyerap banyak informasi yang sangat-sangat-sangat jelas, lengkap, dan ruwet.


Secara keseluruhan novel ini menarik dan seru, meski saya kurang menyukai penggunaan Mr., Mrs. dalam buku ini, kayak enggak Jepang sekali yang biasa memakai -san -kun. Padahal kalau menggunakan Pak/Bu/Tuan/Nyonya saya masih oke-oke saja. Buku ini saya rekomendasikan terutama bagi pencinta misteri ala Sherlock-Watson dan yang memiliki waktu luang untuk ikut menyelami teka-teki yang diberikan Soji. Ngomong-ngomong, saya menyukai bagian ketika menyebut nama-nama detektif dunia seperti Sherlock, Poirot, dst. Bagi saya itu adegan lucu tatkala Kiyoshi mengomentari (baca: nyinyirin) mereka.


Tertarik baca?


•••


Kutipannya:

Kau harus tahu, penjahat hampir selalu meninggalkan jejak. (Hal. 73)


Kebanyakan pria terobsesi dengan pemikiran bahwa semua wanita harus patuh dan tak berdaya. Apakah itu adil? (Hal. 183)


Kau tahu, bagaimana pergerakan planet setiap hari membuatmu sadar betapa kecil dan remehnya kehidupan kita sehari-hari. Kita berdebat. Kita bertarung. Kita berjuang. Kita bersaing untuk meningkatkan kekayaan kita. Coba lihat alam semesta. Pergerakannya begitu dinamis, bagaikan jam raksasa. Bumi hanyalah satu roda penggerak dalam perangkat roda gigi jam tersebut, dan manusia tidak jauh berbeda dibandingkan bakteri. Jutaan demi jutaan bakteri menjalani kehidupan singkat mereka dengan bertempur dalam peperangan yang remeh. Mereka tidak akan berhenti untuk berpikir bahwa tanpa mekanisme alam semesta, kita semua tidak akan ada. (Hal. 187)


Mungkin bagi sebagian orang kehidupan pernikahan yang mengikat dan mengekang itu bagus, tapi bagi saya tidak. (Hal. 236)


Orang tidak pernah memikirkan kemungkinan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kebanyakan orang menjalani kehidupan yang begitu membosankan, sehingga mereka berusaha membenarkan diri sendiri dengan menempatkan semua orang lain dalam kategori-kategori kecil yang rapi. Kita tidak akan pernah tahu, mungkin dia melewati malam-malam tanpa tidur, dengan pikiran berputar-putar tanpa henti …. (Hal. 322-323)




Posting Komentar

0 Komentar