Hitung Mundur Perpisahanku Denganmu



•••

Identitas buku:

Judul: Hitung Mundur Perpisahanku Denganmu (volume 1-2)

Cerita: Masaki Kirimoto

Gambar: Kouhei Nagashii

Penerbit: Level Comics

Tahun: volume 1 (2023), volume 2 (2024)

Jumlah: 462 halaman (2 volume)

ISBN: volume 1 (9786230053467), volume 2 (9786230056253)

Kategori: komik, roman, supernatural, tragedi

Status: tamat


•••


Blurbnya:

Volume 1:

Di sebuah taman yang ramai dengan orang-orang yang menikmati pemandangan bunga sakura, Naoto Sasaki, mahasiswa baru yang akan masuk universitas di Tokyo pada musim semi, berjumpa dengan Miu Minehara, gadis energik yang entah mengapa terkesan fana . Atas usul Miu, keduanya menjalani kencan sesaat. Akan tetapi, begitu Naoto menyentuh tangan Miu, muncul angka 300 di atas kepala gadis itu...


Diangkat secara dramatis dari novel populer terbitan Fujimi L Bunko, kisah cinta memilukan ini menggambarkan waktu terbatas yang tak tergantikan.


Volume 2:

Naoto Sasaki, pemuda yang memiliki kemampuan ajaib untuk melihat sisa waktu hidup orang yang disentuhnya, jatuh cinta kepada Miu Minehara, gadis yang sisa waktunya tak sampai 1 tahun lagi .


Keduanya menjalani waktu yang damai sebagai pasangan kekasih. Namun, saat tahu kenyataan bahwa Miu mengidap penyakit yang tak bisa disembuhkan, Naoto mulai mati-matian mencari cara untuk menentang takdir itu.


Akan tetapi, angka di atas kepala Miu terus berkurang tanpa belas kasihan...


Diangkat secara dramatis dari novel populer terbitan Fujimi L Bunko, kisah cinta memilukan untuk menghadapi perpisahan


•••


Resensinya:

Ditinggal pas sayang-sayange.


Rasa-rasanya kalimat itu cukup mampu mewakili Hitung Mundur Perpisahanku Denganmu (selanjutnya saya tulis HMPD), komik yang dibaca dari judulnya saja sudah jelas sad ending, hahaha.


HMPD sebuah cerita romansa dua mahasiswa kedokteran yang menggambarkan kehidupan indah dan tragis dalam waktu bersamaan. Melalui waktu hidup yang terus berkurang satu setiap harinya, komik ini menekankan sependek apa pun usia manusia, sesingkat apa pun kehidupan yang dimiliki, manusia masih memiliki kesempatan untuk memberikan makna baik bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, jangan sekadar menyerah dengan keadaan, minimal ciptakanlah kebahagiaan untuk diri dan orang lain.


Semangat tersebut sangat terasa sekali melalui Miu yang di satu sisi ingin menjadi dokter untuk menyembuhkan penyakit ayahnya (yang menjangkiti dirinya pula) dan membuat sebuah novel tentang kisah hidupnya. Meski pada akhirnya dirinya tidak pernah menyelesaikan studi kedokteran karena waktu hidupnya berakhir, Miu tetap berhasil menyusun novel miliknya.


Melalui tempo cerita yang terbangun perlahan dan bilangan waktu yang terus berkurang akan membawa pembaca mengikuti keseharian Naoto dan Miu menghabiskan waktu bersama dan menyelami perasaan mereka berdua saat menyikapi kematian yang bergerak mendekat. Buku ini jauh dari konflik yang rumit, bahkan kalau saya boleh katakan nyaris tidak ada. 


Goresan gambar dalam komik ini detail, ada lembar berwarna di halaman depannya. Hanya saja, sayangnya, penuh dengan panel-panel yang memiliki kalimat-kalimat panjang sehingga bisa jadi melelahkan bagi beberapa pembaca.


Komik ini cocok untuk penggemar cerita-cerita sentimental atau penyuka cerita romantis yang tidak melulu berakhir bahagia. 


Hitung Mundur Perpisahanku Denganmu, sebuah komik yang mengantarkan pembacanya melongok makna hidup yang dimiliki dalam batasan usia yang singkat.


Tertarik baca?


•••


Kutipannya:

Di antara pelajaran hidup yang banyak kulihat salah satunya adalah “waktu yang diberikan kepada manusia itu sama rata. Siapa pun punya 24 jam dalam sehari.” (Naoto Sasaki, volume 1)


Karena sudah jadi mahasiswa, kupikir aku juga harus meningkatkan pengetahuan budayaku. Kalau cuma baca nonfiksi, sifat kemanusiaanku bisa timpang … itu kondisi berbahaya. (Naoto Sasaki, volume 1)


Di dunia ini ada kiat hidup yang namanya “memperhalus kenyataan” atau “mengalihkan topik pembicaraan.” (Katsuya Uehara, volume 1)


Kalau sudah bikin cewek marah … pokoknya minta maaf saja dulu. (Katsuya Uehara, volume 1)


Kalau benar “hanya hidup saja sudah hebat” lantas bagaimana denganku yang tidak bisa hidup seperti orang lain? Apa kami yang usianya pendek makna hidup lebih sedikit daripada orang lain? (Miu Minehara, volume 2)


Meski orang bilang hanya hidup saja sudah hebat dan kami yang menjalani hidup yang singkat ini makna kelahirannya lebih sedikit dari orang lain sekalipun, aku ingin meninggalkan jejak kehidupanku di dunia ini. (Miu Minehara, volume 2)


Yang namanya manusia itu bukan hanya diselamatkan oleh pengetahuan dan teknologi. Itulah repotnya. Hanya dengan berada bersamanya membicarakan hal remeh atau berada bersamanya tanpa bicara apa pun tidak apa-apa. Kalau pun tidak  bisa berada di tempat itu, dengan berhubungan lewat telepon saja keberadaan keluarga atau temannya di sana bisa membuatnya tenang. Hal-hal seperti itu pun bisa menyelamatkan pasien. (Shiho Sasaki, volume 2)


Posting Komentar

0 Komentar