Identitas buku:
Judul: Sihir Perempuan
Penulis: Intan Paramaditha
Penerbit: GPU
Tahun: Cetakan ke-2: 2023
Jumlah: 159 halaman
ISBN: 9786020346304
Kategori: kumpulan cerpen, fiksi, horor-gotik
•••
Blurbnya:
Sihir Perempuan adalah kumpulan dongeng tentang perempuan-perempuan yang tak patuh. Perempuan bisa menjadi apa saja: ibu, anak, pekerja teladan, hingga boneka porselen. Namun dalam buku yang menghadirkan 11 cerita pendek ini, peran-peran yang seharusnya nyaman diteror oleh lanskap kelam penuh hantu gentayangan, vampir, dan pembunuh. Di sinilah perempuan dan pengalamannya yang beriak dan berdarah terjungkal dalam kegelapan.
Dalam Sihir Perempuan, Intan Paramaditha mengolah genre horor, mitos, dan cerita-cerita lama dengan perspektif feminis. Buku ini meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literacy Award (Kusala Sastra Khatulistiwa) di tahun 2005. Sebagian cerpen dalam Sihir Perempuan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Stephen J. Epstein dan pada tahun 2018 terbit dalam buku Apple and Knife di Australia (Brow Books) dan Inggris (Harvill Secker/Penguin Random House).
•••
Resensinya:
Jika biasanya kita banyak menjumpai perempuan dan hal-hal gelap yang mengelilinginya dalam layar kaca dengan genre horor mencekam, maka Intan Paramaditha menghadirkan dalam kumpulan cerita pendek Sihir Perempuan.
Sudah terbayang, kan, peran perempuan dalam cerita-cerita hantu, kisah-kisah horor dan misteri yang kerap kali menjadi sosok yang menakutkan, misterius, dan beberapa di antaranya memiliki latar belakang emosional. Sihir Perempuan pun mengangkat tema perempuan yang menghadirkan nuansa mencekam, perasaan tidak nyaman yang tidak sebatas menampilkan hantu-hantu, melainkan sisi menyeramkan dari manusia, di lingkup dunia nyata, mitos, legenda, bahkan cerita yang pernah kita dengar sebelumnya. Maka, penamaan judul Sihir Perempuan menjadi tepat sebab cerpen-cerpen dalam buku ini benar-benar menyihir pembacanya dengan cerita-ceritanya yang gelap.
Jangan karena genre yang horor lantas menganggap perempuan dalam buku ini berisi hantu-hantu. Intan menulis perempuan dalam kumpulan cerpen ini—
meski dibalut dengan nuansa getir-getir penuh kegelapan lagi mencekam—
Terdiri atas sebelas cerita, Sihir Perempuan tidak sekadar menghadirkan perempuan yang tragis hidupnya melainkan juga lebih berkuasa daripada laki-laki sekalipun dikisahkan dengan tidak baik-baik saja.
PEMINTAL KEGELAPAN
Sebuah misteri yang diceritakan seorang ibu kepada anaknya tentang hantu penghuni loteng di rumah mereka yang katanya memiliki pekerjaan yang tidak kunjung usai, yakni memintal yang tidak menggunakan benang melainkan kegelapan. Sang Aku pada mulanya penasaran dengan misteri tersebut, tetapi seiring berjalannya waktu Aku melupakan kisah tersebut sampai sang ibu membuka rahasia siapa sosok hantu tersebut.
Dalam kisah horor misteri ini ada stigma masyarakat terhadap status janda yang dimiliki sang ibu. Menganggap remeh dan menyangsingkan mampu membiayai tokoh Aku hanya bekerja sebagai pegawai kantoran, seolah-olah perempuan tidak mampu hidup tanpa bergantung dari laki-laki, perempuan tidak bisa mandiri. Selain itu tanggapan masyarakat terhadap sang ibu yang bergonta-ganti kekasih.
Melalui cerita ini, pembaca mendapati bahwa masyarakat kerap sekali memberikan peran ganda kepada perempuan (istri dan ibu), tetapi ketika perempuan tidak berhasil menjalankan satu perannya dianggap gagal. Sementara di lain pihak, melalui tokoh ibu, perempuan digambarkan sebagai sosok yang kuat, yang mau menelan segala penderitaan; kesedihan; dengan tetap memberikan kasih sayang dan menjaga kewarasannya.
VAMPIR
Kisah Saras yang bergumul dalam sisi “terangnya” dan sisi “liarnya/gelapnya”. Saras berupaya untuk tetap profesional menghadapi tekanan dari atasannya (muda, tampan, kaya, beristri) yang tidak sekadar terkait pekerjaan, melainkan juga ajakan-ajakan yang bersifat pribadi dan intim. Sementara sisi liar Saras menampik semua perilaku patuh yang ditampilkan oleh dirinya sendiri.
Kisah ini tidak menjurus ke arah seksualitas sekalipun nuansa yang terbangun mengarah ke aras tersebut. “Vampir” memberikan gambaran bahwa perempuan kerap menjadi subordinat bagi atasannya (laki-laki). Dengan kekuasaannya, laki-laki bisa bertindak sesuka hati termasuk ajakan seksualitas kepada perempuan yang menjadi bawahannya. Cerpen ini juga menunjukkan bahwa perempuan pun bisa melawan bahkan bisa balik mencengkeram laki-laki, mengisapnya sampai tidak tersisa layaknya vampir.
PEREMPUAN BUTA TANPA IBU JARI
Mengadopsi dari kisah tenar Cinderella dalam versi lebih gelap sebab menggunakan sudut pandang sang kakak tiri. Demi menjadi pilihan pangeran, sang kakak tiri rela melakukan hal-hal gila: memotong jari kaki. Berhasil? Tentu. Akan tetapi, dalam perjalanan ke istana seekor burung membuka rahasia sang kakak tiri dan semenjak itu nasib tragis terus mengiringinya.
Tidak hanya tragis, cerpen ini secara menyedihkan menggambarkan keinginan untuk merasakan kebahagian dalam kedengkian dan kemarahan yang dialami seorang perempuan karena faktor fisik yang akhirnya memengaruhi perilaku dan pola pikir. Mengambil latar kerajaan, peran perempuan sebatas penghasil keturunan (spesial anak laki-laki) selain pajangan yang harus tampil cantik sempurna paripurna. Itulah yang dialami Larat yang pada akhirnya tidak juga berakhir bahagia.
MOBIL JENAZAH
Kisah Karin, seorang perempuan menganggap dirinya sukses bekerja sebagai dokter dan sempurna berperan sebagai ibu dan istri. Dia memperlihatkan kepada lingkungannya jika dirinya menjalani pernikahan yang romantis nan abadi, anak-anak yang berhasil, dan tidak memengaruhi kesibukannya sebagai dokter. Hingga Karin mengetahui melalui mobil jenazah yang membawa mayatnya jika segala upayanya tidak semulus yang dia sangka dan mendapat apresiasi serupa dari keluarganya. Mobil jenazah menghentikan sikap kepura-puraannya yang selalu dia tutup-tutupi.
Melalui cerpen ini pembaca mendapati betapa perempuan itu memiliki beban yang banyak. Menjadi sempurna di mata keluarga dan masyarakat. Perempuanlah yang harus introspeksi ketika suami selingkuh. Disalahkan jika anak gagal dan nakal. Tetap ada sentilan bahwa menjadi orang tua itu harus peka dan mengarahkan anak-anaknya, tidak memaksakan keinginannya. Memercayai pilihan anak-anaknya.
PINTU MERAH
Dahlia, anak perempuan bungsu, terperangkap dalam rumahnya karena bertugas merawat ayahnya yang mantan penguasa yang telah sakit-sakitan sementara kakak-kakaknya telah meninggalkan rumah. Dia tidak memiliki kehidupan layaknya gadis seusianya sebab sang ayah menganggap Dahlia sebagai anak baik yang penurut, tidak seperti kakak-kakaknya.
Cerpen ini menitikberatkan ke kedalaman jiwa manusia. Sesungguhnya Dahlia enggan melakukan tugasnya, dia memberontak melalui pintu merah, membayangkan petualangannya yang penuh kebebasan. Kisah Dahlia memberikan pandangan untuk menghargai nilai-nilai seseorang, keberadaannya. Kita tidak pernah tahu isi hati manusia. Air tenang pun bisa menghanyutkan bahkan menenggelamkan jika telah menggelegak.
MAK IPAH DAN BUNGA-BUNGA
Berkisah tentang dendam dengan bunga mawar sebagai pengait cerita. Berawal dari Marini yang hendak melakukan ngunduh mantu, dia mendapati keganjilan Mak Ipah yang tidak membaur bersama tetangga-tetangga, memiliki hobi menyiram bunga. Orang-orang menyebutnya gila. Sampai suatu ketika Marini menyapa Mak Ipah, dia mendengarkan sebuah rahasia langsung dari orangnya perihal bunga mawar dan kematian anaknya.
Sama halnya dengan cerpen sebelumnya, “Mak Ipah dan Bunga-Bunga” menghadirkan kedalaman jiwa manusia yang diliputi amarah. Perempuan menjadi sosok misterius yang mampu menyimpan rahasia kelam sepanjang hidupnya. Perempuan dapat berubah menjadi sosok mengerikan tatkala ada pemicu yang melukai hatinya.
Selain itu, cerita ini juga mengkritisi konsep peran dan peranan suami-istri setelah menikah melalui persiapan ngunduh mantu. Masih ada peran perempuan yang “mengharuskan” mengurusi dapur sementara laki-laki mengobrol dan menikmati hidupnya di depan rumah.
MISTERI POLAROID
Mengisahkan Jose, fotografer perfeksionis yang senang mengabadikan gambar dengan kamera polaroid sewaktu pemotretan. Suatu hari hasil fotonya gagal sebab tampak cahaya yang menutupi kaki model. Hal tersebut berulang sampai akhirnya Andri, asistennya, menemukan penampakan dari foto-foto Jose.
Cerita pendek ini tidak sekadar menghadirkan teror hantu perempuan yang tertangkap kamera polaroid sewaktu proses pengambilan gambar. Hantu perempuan bunuh diri yang dipaksa kawin. Kisah ini menyiratkan standar kecantikan perempuan melalui penampilan fisik, termasuk perempuan-perempuan yang rela menyiksa diri demi terlihat sempurna di mata laki-laki (tangkapan polaroid Jose).
Kisah lain berupa teror hantu perempuan juga menggambarkan perempuan tidak memiliki posisi tawar bahkan suaranya dibungkam oleh laki-laki (ayahnya). Sang ayah merasa memiliki hak atas anak sampai-sampai menjadi alat tukar untuk melunasi utang.
JERITAN DALAM BOTOL
Proses wawancara Gita dengan Sumarni yang diasingkan oleh masyarakat karena pekerjaannya dan dianggap tukang sihir. Perempuan tua tersebut menyimpan banyak botol untuk menampung suara-suara dari perempuan-perempuan muda yang datang kepadanya.
Mengangkat isu aborsi yang kerap kali mendapatkan kecaman baik orang yang melakukan aborsi maupun yang membantu aborsi. Kebanyakan masyarakat masih mengecam perilaku aborsi terlepas dari apapun alasannya tanpa pernah mau mendengarkan sekalipun, bisa jadi, perempuan jugalah yang dirugikan dari tindakan tersebut.
SEJAK PORSELEN BERPIPI MERAH ITU PECAH
Kisah sepasang suami istri yang telah berusia senja dan hanya ditemani oleh si Manis, kucing peliharaan mereka. Di rumah tersebut ada porselen, oleh-oleh dari saudaranya, bernama Yin Yin sebagai pajangan untuk menemani pasangan renta tersebut. Perlakuan mereka kepada sang kucing berubah ketika si Manis menjatuhkan Yin Yin.
Sebuah cerita yang merepresentasikan dengan baik penggambaran perempuan sebagai properti, sebagai pajangan yang dijaga dengan baik di rumah. Mengabaikan keinginannya (Yin Yin yang ingin bunuh diri) keluarga bisa menjadi satu tempat yang mengekang kebebasan perempuan.
DARAH
Berawal dari rapat yang membahas tentang iklan pembalut, Mara, seorang copywriter, mendadak kesulitan menemukan ide sebab membangkitkan kenangan tidak menyenangkan dengan menstruasi pertamanya.
Intan melalui cerpen ini mengajak pembacanya (laki-laki dan perempuan) untuk lebih dekat merenungi perihal darah yang mengalir dari tubuh perempuan. Tentunya laki-laki tidak mengalami prosesi berdarah perempuan: menstruasi, melahirkan, perkawinan.
Darah ketika keluar melalui menstruasi menjadi hal menjijikkan oleh masyarakat yang harus ditutupi. Perempuan dijejali dengan banyak dogma agama dan norma sosial karena dianggap telah dewasa. Harus menjaga diri seolah-olah jika terjadi zina atau perkosaan yang salah adalah perempuan. Melalui menstruasi perempuan juga diberikan teror berupa mitos kedatangan setan jika tidak membersihkan pembalut dengan benar atau membuangnya serampangan. Sialnya, hal tersebut justru berasal dari ahli agama, alih-alih memberikan edukasi. Padahal banyak juga perempuan yang dalam kondisi tidak nyaman dengan menstruasinya.
Darah bisa menjadi perlambangan konstruksi sosial atas kesucian perempuan, yang membedakan perawan dan pelacur murahan bahkan menjadi kebanggaan atau keberhasilan laki-laki. Kerap kali masyarakat lupa bahwa dari darah perempuan pula kehidupan baru dilahirkan.
SANG RATU
Bercerita tentang Herjuno yang bermimpi aneh dan menganggapnya sebagai pertanda sampai dia mendatangi paranormal untuk berkonsultasi. Sejak itu, Herjuno memperhatikan perempuan yang ditemuinya. Dia tengah mencari perempuan yang dia percaya sebagai titisan Ratu Pantai Selatan.
Kisah dalam cerpen ini di satu sisi lebih banyak memberikan kritik tentang laki-laki yang gemar menjadikan perempuan sebagai objek permainan cinta untuk tujuan tertentu, dan di sisi lain menggambarkan pembalasan perempuan atas perilaku Herjuno.
Dari sebelas cerita tersebut beberapa cerita ada yang menarik dan mudah dipahami, ada pula yang sulit dimengerti karena metafora yang digunakan. Cerpen-cerpen Intan juga ada yang mencekam, ada pula yang formulanya biasa-biasa saja dan mudah diduga. Beberapa yang menjadi favorit saya: “Pemintal Kegelapan” dan “Mak Ipah dan Bunga-Bunga”.
Membaca Sihir Perempuan membuat pembaca menyadari jika setiap perempuan itu tidak pernah lepas dari pelabelan atau stigma atau diskriminasi. Meski demikian, perempuan memiliki cara untuk menyikapinya, membuat terbebas dari kekangan. Isu-isu yang ditonjolkan Intan dalam kumpulan cerpen ini sebenarnya bukan hal baru. Semua sesungguhnya lekat dalam persoalan hidup yang dialami perempuan, sadar atau tidak. Yang membedakan Intan mengemasnya dalam bacaan yang berbeda. Menggabungkan unsur horor dan mistis sehingga nuansa mencekam dan perasaan tidak nyaman itu hadir.
Menggunakan gaya tulisan yang cenderung gelap dalam balutan cerita mistis-mitos-legenda-dan-lainnya, Intan berhasil menyampaikan kisah para perempuan beserta isu-isu sosialnya. Buku ini cocok bagi penggemar horor maupun yang ingin mengenal karya Intan. Saran saja, jangan baca malam-malam, ya.
Tertarik baca?
•••
Kutipannya:
Kita memang sering kehilangan fokus dengan meniadakan hal-hal yang kita anggap tak penting (“Pemintal Kegelapan”, hal. 5)
Haruskan aku tahu lebih banyak jika itu sudah cukup bagiku? (“Pemintal Kegelapan”, hal. 7)
Jika kita bekerja dengan seseorang, kita akan terbiasa dengan kalimat imperatif. (“Vampir”, hal. 17)
Begitulah, dalam kompetisi para perempuan harus menyingkirkan lawan dengan penuh kebencian. (“Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari”, hal. 28)
Bagaimanapun juga, gundik boleh seribu, tapi ratu hanya ada satu. (“Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari”, hal. 29)
Kukatakan untuk mendapatkan yang terbaik, kita harus selalu berusaha lebih keras dari orang lain. (“Mobil Jenazah”, hal. 36)
Ini bukan masalah kota atau desa. Aku memang tak suka. Memasak seharusnya menjadi hobi, bukan kewajiban. (“Mak Ipah dan Bunga-Bunga”, hal. 65)
Aku tak tahu siapa dia, tapi melihat banyaknya uban di rambutnya, kucium tangannya secara otomatis. Kita harus tahu kapan mencium tangan agar tak ada pihak yang tersinggung. (“Mak Ipah dan Bunga-Bunga”, hal. 66)
.webp)
0 Komentar