Animal Farm: Ketika Berdikari, tetapi Nyatanya Terbelenggu Tirani


Langsung kita urai saja, Kamerad.

•••

Identitas buku:

Judul: Animal Farm

Penulis: George Orwell

Penerbit: Bentang Pustaka

Tahun: cetakan kedua belas, 2021

Jumlah: iv + 144 halaman

ISBN: 9786022912828

Kategori: fiksi, fabel


•••


Blurbnya:

Suatu malam, Major, si babi tua yang bijaksana, mengumpulkan para binatang di peternakan untuk bercerita tentang mimpinya. Setelah sekian lama hidup di bawah tirani manusia, Major mendapat visi bahwa kelak sebuah pemberontakan akan dilakukan binatang terhadap manusia; menciptakan sebuah dunia di mana binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri.


Tak lama, pemberontakan benar-benar terjadi. Kekuasaan manusia digulingkan di bawah pimpinan dua babi cerdas: Snowball dan Napoleon. Namun, kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tiran di mana pemimpin harus selalu benar. Dualisme kepemimpinan tak bisa dibiarkan. Salah satu harus disingkirkan … walau harus dengan kekerasan.


Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Dianugerahi Retro HugoAward (1996) untuk novela terbaik dan Prometheus Hall of Fame Award (2011), Animal Farm menjadi mahakarya Orwell yang melejitkan namanya.


•••


Resensinya:

Rasa-rasanya kalau membahas buku setipis 140 halaman ini bisa-bisa jadi sebuah karya tulis tersendiri. Sebagian besar yang telah membaca tentu bersepakat bahwa penulis membuat Animal Farm sebagai satu karya sastra yang diparalelkan dengan peristiwa Revolusi Rusia kala itu. Kala itu. Sementara dalam pandangan saya tentang buku ini: terlalu kompleks. Banyak hal yang saya dapatkan usai menamatkan buku ini, terutama pesan-pesan ideologi yang bertebaran di sana-sini, dan itu tidak sekadar perihal isu politik beserta saudaranya yang bernama kekuasaan. 


Mengesampingkan konon katanya Animal Farm lahir sebagai satire atas gaya kepemimpinan Soviet saat itu yang menganut ideologi tertutup, saya lebih menyoroti bahwa legenda Peternakan Binatang ini sebagai simbol legitimasi sebuah negara dengan beragam pernak-pernik peristiwa yang dialami di banyak negara.


Langsung kita urai saja, Kamerad.


Animal Farm menyajikan drama kekuasaan, ketamakan, kejahatan/kekerasan, korupsi, kelas sosial, perbudakan/penindasan, teror, hingga kebohongan yang dialami oleh para binatang penghuni Peternakan Manor. Menggunakan metafora binatang sebagai representasi masyarakat serta peternakan sebagai sebuah negara, penulis mendedah bagaimana proses revolusi, sistem pemerintahan, peradilan, dan ketimpangan relasi yang berjalan setiap harinya dalam setiap aspek kehidupan di suatu wilayah.


Saya rasa para Kamerad sering dengar adagium terkenal: Kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut. Secara umum, kisah dalam Animal Farm menggambarkan sifat asli manusia ketika mendapatkan kekuasaan yang besar. Bukan berarti memiliki kekuasaan mutlak lantas bermasalah dan menjadi salah, tidak seperti itu, meski kecenderungannya begitu. Tentu kita paham maksud bahwa kerap kali memiliki salah satu atau salah dua atau ketiganya dari harta, tahta, wanita/pria membuat manusia menjadi lupa bagaimana caranya menjadi manusia. 


Dalam buku ini, pembaca akan mendapatkan satu sudut pandang mengenai hubungan pemerintah dengan masyarakatnya. Menggunakan alur maju, George Orwell menggelorakan semangat revolusi dari bawah yang diinisiasi oleh segelintir binatang (atau manusia yang memiliki kepentingan?), semangat kemerdekaan dan kesetaraan yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sebuah utopia: dari kapitalisme menuju ke sosialisme.


Usai pemberontakan terjadi, penulis menciptakan doktrin-doktrin spiritual berwujud Tujuh Perintah yang diringkas menjadi kaidah “Kaki empat baik, kaki dua jahat” dan mendendangkan lagu Binatang Inggris untuk menguatkan kebebasan dan demokrasi yang berhasil diraih. Tidak luput, George Orwell lagi-lagi menggambarkan kondisi pasca-revolusi dengan persaingan sengit untuk menjadi top leader para binatang. Perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara menghasilkan tiran otoriter: propaganda demi propaganda dilakukan untuk melanggengkan status quo, vandalisme terhadap Tujuh Perintah dan penghapusan sejumlah aturan, mengeksploitasi tenaga kerja, menebar teror dan ancaman, menyingkirkan yang sudah tidak berguna, mengeksekusi mati secara sepihak tanpa peradilan, menciptakan kelas sosial, mengukuhkan perbudakan kepada kelas pekerja, dan ditutup dengan kediktatoran rezim baru yang memainkan kembali prinsip kapitalisme dan korup.


Coba dihitung, ada berapa ideologi yang mengemuka, Kamerad? Isme-isme bertebaran: dari kapitalisme, sosialisme, demokrasi, otoritarianisme, vandalisme; belum dogma dalam wujud keyakinan (sebut saja romantisme Republik Binatang, kejayaan pemberontakan maupun Perang Kandang Sapi); kemudian propaganda cantik lagi manipulatif; dan hegemoni kekuasaan yang dirasakan binatang sipil. Itu belum termasuk kelakuan pragmatisme yang ditengarai oleh seekor kuda berpita dan doyan makan gula.


Penindasan kelas pekerja oleh kaum borjuis pun ada. Yang membuat saya kesal adalah ketololan para binatang yang sudah tahu tipu muslihat dan pemerintahan yang tidak masuk akal, tetapi mereka tetap patuh, loyal, dan mendukung. Menikmati penderitaan dan menutup mata atas kekejaman yang mereka rasakan sendiri. Saya jadi curiga, jangan-jangan para binatang (kecuali babi) menyamakan terjajah dengan tertindas. Bisa saja konsep penjajahan yang berujung penindasan melekat saat berada di bawah Pak Jones, sementara ketika pada penguasaan Napoleon, bukan keduanya yang mereka rasakan. Namun, dikatakan fanatik juga tidak. 


Nah, di sini saya mengagumi tokoh bernama Squealer yang menjadi agen diseminasi informasi sekaligus mesin propaganda yang lihai. Propagandis handal. Takjub caranya memelintir informasi, caranya meyakinkan, membangun opini dan citra positif bagi pemerintahan, mengubah persepsi melalui manipulasi kata-kata sehingga para binatang sukarela bekerja. Public speaking-nya enggak kaleng-kaleng, Kamerad. Mirip Big Lie-nya Goebbels.


Oh, iya. Berbicara tentang karakter, George Orwell memberikan pelabelan karakteristik yang menjadi simbol sifat manusia:

  1. Napoleon. Seekor tiran keji yang pemalas dan korup.

  2. Snowball. Boleh saja dia representasi sosialis sejati yang bekerja secara terstruktur.

  3. Squealer. Narator handal lagi manipulatif.

  4. Mayor Tua. Cerminan Karl Marx dengan paham komunisnya.

  5. Boxer. Mewakili kelas pekerja, yang kuat dan berdedikasi tetapi pada akhirnya dieksploitasi.

  6. Benjamin. Kaum intelektual yang menyendiri, terlihat apatis dan sinis.

  7. Mollie. Pragmatis yang rasional.

  8. Para kambing yang menjadi perwujudan massa yang mudah dimanipulasi.


Terlepas dari ironisnya cerita, setidaknya ada pesan-pesan dalam Animal Farm

  1. Kerja sama. Dengan bersama-sama, maka bisa mencapai hal yang diinginkan. Cukup kental poin ini dalam buku ini. Baik saat pemberontakan, membangun kincir angin, mencukupi kebutuhan sehari-hari lewat hasil produksi tiap-tiap binatang, bahkan saat bersama-sama bertahan hidup di bawah penindasan.

  2. Keadilan dan kesetaraan. Tertuang dalam 7 Perintah: Semua binatang setara, serta pembagian jerih payah yang dinikmati. Asas binatangisme (kalau tidak mau disebut kemanusiaan) pun terasa.

  3. Tanggung jawab. Menjadi pemimpin yang berusaha menjalankan visi dan kelangsungan hidup penghuninya.

  4. Kekuasaan dan ketamakan. Meningkatkan kemakmuran/kekayaan bagi diri sendiri dan segelintir binatang.

  5.  Eksploitasi. Kerja rodi yang dirasakan kaum pekerja hingga mereka sengsara dan tidak cukup makan bagi dirinya.


Animal Farm menggambarkan bahayanya memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada satu pihak. Secara keseluruhan, buku ini berfungsi sebagai pengingat bahwa kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan itu memiliki potensi untuk menindas, penyalahgunaan kekuasaan pun bisa terjadi dalam struktur sosial apa pun. Dari buku ini pula mengajarkan pentingnya waspada dan bersikap kritis. Animal Farm, sebuah kisah klasik abadi yang terus beresonansi sampai hari ini serta nanti.


•••


Kutipannya:

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa menghasilkan. (Major, halaman 6)


Tidakkah ini satu penjelasan yang terang benderang, Kamerad, bahwa semua kejahatan dalam hidup kita muncul dari tirani Manusia? (Major, halaman 8)


Tidak usah sentimental, Kamerad! Perang adalah perang. Satu-satunya manusia yang baik adalah manusia yang mati. (Snowball, halaman 43)


Jangan bayangkan, Kamerad, bahwa menjadi pemimpin itu menyenangkan! Sebaliknya, itu adalah satu tanggung jawab yang berat dan mendalam. (Squealer, halaman 57)


Dua belas suara berteriak-teriak marah, dan mereka terlihat sama. Tidak ada pertanyaan lagi sekarang, apa yang telah terjadi dengan wajah para babi itu. Makhluk-makhluk di luar memandang dari babi ke manusia, dan dari manusia ke babi lagi; tetapi mustahil mengatakan mana yang satu dan mana yang lainnya. (Halaman 140)




Posting Komentar

0 Komentar