Identitas buku:
Judul: Of Love and Other Demons (Tentang Cinta dan Demit-Demit Lainnya)
Penulis: Gabriel García Márquez
Penerbit: GPU
Tahun: 2023
Jumlah: 170 halaman
ISBN: 9786020672359
Kategori: novel, fiksi, roman
•••
Blurbnya:
Di sebuah kota pelabuhan di Colombia abad ke-18, empat orang digigit anjing gila. Satu-satunya yang selamat adalah Sierva María, gadis 12 tahun, putri tunggal bangsawan Marquis de Casalduero. Sierva María tampak baik-baik saja setelahnya, sehingga mulai tersebar desas-desus. Di kota yang penduduknya sangat percaya takhayul, orang-orang menganggap Sierva María selamat karena dia kerasukan. Ada demit-demit di dalam tubuhnya, yang bisa membawa bencana bagi kota itu. Maka dibawalah dia ke sebuah biara untuk dilakukan upacara pengusiran setan. Bapa Cayetano Delaura, yang ditugasi untuk menanganinya, menyadari kewarasan gadis itu, tapi mampukah dia meyakinkan seisi kota bahwa bukan Sierva María yang perlu disembuhkan?
•••
Garis besarnya:
Berkisah tentang Sierva María, gadis berusia 12 tahun yang lahir dari pasangan Marquis de Casalduero dan istri keduanya, Bernarda Cabrera. Namun, Sierva María tidak pernah dicintai dan diperhatikan oleh kedua orang tuanya, bahkan sang ibu jelas-jelas membencinya sampai akhirnya Sierva María dibesarkan oleh budak Afrika yang bekerja di rumah Marquis dan tinggal bersama para budak, menjalani keseharian dan mempelajari bahasa serta adat istiadat mereka.
Suatu hari, pergelangan kaki kiri Sierva María digigit anjing liar. Lukanya tidak terlalu signifikan dan sembuh dengan sendirinya. Bahkan dokter pun menyatakan tidak ada tanda-tanda terkena rabies. Akan tetapi, keadaan tersebut justru menjadi bahan perbincangan sebab tiga orang lainnya yang mengalami kejadian serupa di waktu yang sama dengan Sierva María telah meninggal dunia. Pergunjingan itu membawa takhayul bahwa gadis itu telah kerasukan setan.
Kabar tersebut terdengar sampai ke telinga Uskup. Dia lantas mengarahkan Marquis mengirimkan anaknya ke Biara Santa Clara untuk dilakukan pengusiran setan (eksorsis). Pastor Cayetano Delaura mendapat tugas untuk melakukan ritual pengusiran. Namun, pada saat bertemu dengan Sierva María, sang pastor yang berusia akhir tiga puluhan itu jatuh cinta untuk pertama kali dalam hidupnya.
•••
Resensinya:
Buku kedua Gabo—panggilan Gabriel Garcia Marquez—yang saya baca setelah sebelumnya saya menikmati kumpulan cerpennya yang berjudul “Para Peziarah yang Aneh” (baca resensinya di sini).
Of Love and Other Demons merupakan novel yang mengeksplorasi cinta, takhayul, keimanan, kekerasan, peran orang tua, diskriminasi, penghakiman, sampai perbudakan. Buku yang tebalnya tidak mencapai dua ratus halaman ini saya sebut sebagai sebuah kisah tragis. Tragedi tentang gadis muda yang diabaikan sejak kecil oleh orang tuanya sendiri, tergigit anjing yang disebut mengidap rabies, lantas ada seorang dokter ateis yang percaya jika sang gadis tidak ada indikasi terserang penyakit rabies, tetapi sang ayah lebih percaya jika anaknya kerasukan dan memutuskan menitipkannya pada sebuah biara untuk pengusiran setan, dan berakhir pada kisah cinta pertama antara pasangan yang tidak terduga dalam keadaan yang tidak menguntungkan.
Berlatar abad kedelapan belas tatkala masyarakatnya masih menaruh kepercayaan atas takhayul dan dogma agama, pembaca akan menemukan benturan-benturan seperti penalaran/pandangan ilmiah/rasional dalam praktik kedokteran dengan ketaatan terhadap ajaran agama yang dianut oleh otoritas Gereja; juga tradisi/kepercayaan/adat istiadat Afrika (melalui para budaknya) dengan tradisi/kepercayaan Spanyol. Sierva Maria yang sejak kecil hidup dengan kebiasaan Afrika dianggap bertentangan dengan masyarakat sekitar, terutama yang memiliki warna kulit yang sama dengan dirinya, padahal dia menemukan kebahagiaan di sana dan tidak mendapatkannya dari orang tuanya; kemudian segala hal saat itu selalu dikaitkan dengan kerasukan setan, mengesampingkan penjelasan ilmiah sama sekali.
Melalui narasinya, Gabo mengingatkan perihal perlunya menilai sesuatu secara cover both side alias dua sisi melalui karakter tokoh utama. Tidak main hakim sendiri dengan melabeli sesuatu menurut tafsir pribadi maupun penilaian kebanyakan masyarakat. Gabo juga piawai menghadirkan masyarakat yang hidup dalam takhayul dan memercayai bahwa malapetaka bisa hadir di mana-mana, salah satunya melalui penyakit rabies yang tidak luput dari mitos dunia lain dan dikaitkan dengan hal-hal mistik. Suasana realisme magis kian dipertegas dengan latar ceritanya yang cenderung muram: pelabuhan sebagai kawasan perdagangan, maraknya perbudakan, diskriminasi kelas. Tidak cukup, Gabo pun melemparkan kritik atas agama yang dianggap sebagai satu-satunya tempat perlindungan maupun sebagai media untuk menancapkan legitimasinya kepada mereka yang lemah dan tidak berdaya; serta biara alih-alih merupakan tempat hamba Tuhan menebarkan kasih sayang malah menjadi tempat yang tidak memiliki belas kasihan dan serakah.
Cinta sebagaimana dalam judulnya pun mengaduk-aduk emosi pembacanya. Dalam novel ini pembaca bakal menemukan banyak bentuk cinta: cinta orang tua-anak, pria-wanita, suami-istri, tuan-budak, hamba-Tuhan, penguasa-rakyat. Sebelas dua belas, tidak melulu cinta, buku ini juga menghadirkan kebencian: kebencian orang tua-anak, laki-laki-perempuan, suami-istri, tuan-budak, hamba-Tuhan, penguasa-rakyat. Yah, setidaknya melalui buku ini, pembaca bisa memahami bahwa manusia memang memiliki kebutuhan akan cinta dan penerimaan diri.
Di sisi lain, cinta dalam novel ini pun seolah menjadi perwujudan lain dari setan di kehidupan para tokoh-tokohnya. Seorang gadis muda yang tidak mendapatkan cinta dari kedua orang tuanya dan justru menemukan gairah cinta pertama setelah mengalami rentetan penyiksaan penahanan dalam sel akibat pengusiran setan; ibu yang tidak pernah mencintai anaknya bahkan membencinya sejak kelahirannya secara prematur; seorang ayah yang terlambat menyadari dirinya rupa-rupanya mencintai anaknya, tetapi rasa cintanya itu membuahkan nasib buruk bagi anaknya sampai-sampai sang ayah mengalami penderitaan dan penyesalan terus-menerus; seorang pendeta yang diutus untuk melakukan pengusiran setan lantas jatuh cinta dan berusaha agar sang gadis selalu dalam kondisi baik-baik saja, tetapi justru memercikkan keraguan terhadap agama dan cara pengamalannya, kerap melakukan perbuatan aneh yang membuatnya dalam masalah karena kekuatan cinta pertama.
Sungguh tokoh-tokoh dalam novel ini memiliki kedalaman psikologi yang bermacam-macam, memiliki latar belakang dan motif atas tindakan mereka masing-masing. Pembaca dalam satu waktu bisa berempati terhadap Sierva Maria, tetapi dengan cepat tidak bisa lepas dari karakter Marquis yang mengalami keputusasaan dan kesepian akibat masa lalunya, kemudian bisa terpaku begitu saja dengan kegundahan hati dan pikiran Pastor Cayetano Delaura. Dan Gabo, dengan baik pastinya, menuliskannya dalam narasi yang menyenangkan untuk dibaca, detail, bahkan elemen realisme magisnya pun mengalir sepanjang cerita.
Terjemahan buku ini baik, memudahkan pembaca untuk menikmatinya. Novel ini saya rekomendasikan bagi siapa saja yang ingin mengenal karya Gabo. Tidak saya sarankan bagi mereka yang memiliki sensitivitas terhadap kisah-kisah yang mengulik pedofilia maupun yang menyenangi kisah bertema happy ending sebab Gabo tidak pernah memberikan akhir bahagia di setiap ceritanya, hahaha.
Tertarik baca?
•••
Kutipannya:
Tak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan apa yang tak dapat disembuhkan oleh kebahagiaan. (Hal. 40)
Orang gila tidaklah gila jika orang bisa menerima alasan mereka. (Hal. 42)
Karenanya, yang terpenting bukan bahwa kau tak lagi beriman, namun bahwa Tuhan terus-menerus memercayaimu. (Hal. 65)
Ketidakpercayaan lebih degil daripada keimanan sebab ia ditopang oleh akal sehat. (Hal. 69)
Kadang-kadang kita menghubungkan sesuatu yang tidak kita mengerti dengan demit, tak berpikir bahwa mereka mungkin kerja Tuhan yang tidak kita mengerti. (Hal. 93)
.webp)
0 Komentar