Metamorfosis


Cerita yang mengantarkan manusia ke tingkat kesadaran sosial yang lebih tinggi.


•••

Identitas buku:

Judul: Metamorfosis

Penulis: Franz Kafka

Penerjemah: Sigit Susanto

Penerbit: Penerbit Kakatua

Tahun: Cetakan kedua: Mei 2023

Jumlah: 84 halaman

ISBN: 9786237543602

Kategori: novela, fiksi, surealis


•••

⭐⭐⭐⭐⭐


Blurbnya:

Metamorfosis tercatat sebagai satu-satunya karya Kafka yang paling banyak mendapat sambutan publik. Tak sampai di situ, bahkan banyak penulis dunia terinspirasi oleh novela ini. Gabriel Garcia Marquez mengaku saat masih berusia 19 tahun sudah hafal di luar kepala kalimat pembuka Metamorfosis yang terkenal itu. Adapun Vladimir Nabokov menyebut, “Siapa melihat sesuatu pada Metamorfosis yang lebih dari sekadar sebuah cerita fantasi serangga, saya anggap sebagai pembaca yang berhasil.”


•••


Garis besarnya:

Metamorfosis dibuka dengan kalimat: “Ketika suatu pagi Gregor Samsa terbangun dari mimpi buruk, ia mendapati dirinya sudah berubah menjadi seekor kecoak raksasa yang menjijikkan di ranjangnya.”


Gregor Samsa seorang pedagang kain keliling yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga setelah ayahnya berhenti bekerja. Dia tinggal bersama orangtua (ayah-ibu) dan Grete (adik perempuannya). Suatu hari, ketika Gregor Samsa terbangun, dia sudah berubah menjadi seekor serangga (kecoak). Sejak saat itu, kehidupannya berubah. Dia dipecat dari pekerjaannya, perlahan dan pasti keluarganya mulai mengabaikannya sebab sosoknya yang menyeramkan dan menjijikkan.


•••


Resensinya:

Tatkala membaca kalimat pembuka buku ini saya mendapati diri tertegun untuk beberapa detik sebelum bergidik membayangkan Gregor menjadi kecoak yang telentang, kesulitan membalik tubuhnya, dan kaki-kakinya bergerak acak. Begitu saya menamatkan cerita ini saya merasa sedih, baik sedih karena sang tokoh utama, perlakuan keluarganya, ending keluarganya, dan keseluruhan cerita. Ini jauh lebih mengaduk-aduk ketimbang Sengkarut yang saya resensi di sini.


Metamorfosis merupakan salah satu kisah klasik yang ceritanya mengena banyak aspek, terutama kehidupan sosial manusia. Metamorfosis bukan kisah fantasi atau fantasi tipis-tipis apalagi fiksi ilmiah, melainkan cenderung absurd. Buku ini terdiri atas tiga bagian: Bagian pertama berkisah tentang perubahan Gregor menjadi kecoak, upaya adaptasinya yang menimbulkan banyak rasa sakit, serta perjuangannya untuk bangkit dan kembali bekerja seperti biasa.


Bagian kedua menyoroti sikap keluarga Gregor atas perubahan yang dia alami—menjadi kecoak. Sang ayah bersikap tidak peduli, sang ibu sering pingsan saat melihatnya, dan sang adik perempuan yang peduli kepadanya. Gregor sendiri telah terbiasa dengan anatomi tubuhnya dan mulai menggemari makan-makanan busuk. Dan Bagian terakhir atau ketiga mulai terjadi pengabaian dari keluarga sekaligus rasa malu dengan keberadaan Gregor berwujud kecoak.


Dari ketiga bagian tersebut, Kafka tidak pernah menjelaskan bagaimana seorang Gregor Samsa bisa berubah menjadi kecoak. Dalam pandangan saya, Kafka sedang mengisahkan perihal kecenderungan sikap dan psikologi manusia dalam relasi sosial dengan orang lain ketika mengalami metamorfosis alias perubahan. Muatan perubahan di sini tidak sekadar perubahan yang terjadi dalam diri sendiri (yang dialami oleh Gregor Samsa), melainkan juga perubahan lingkungan (keluarga Gregor Samsa).


Menggunakan sudut pandang Gregor, pembaca akan merasakan kegelisahan/kecemasan yang melingkupi sang tokoh utama yang menyebabkan dirinya mengalami tekanan dan keputusasaan. Gregor merupakan anak yang mendapatkan beban tanggung jawab moral sebagai satu-satunya tulang punggung setelah ayahnya pensiun, termasuk melunasi utang-utang yang ditinggalkan. 


Gregor seorang pekerja keras meski menjadi pedagang kain keliling bukanlah bidang yang dia minati. Hal tersebut yang terbesit pertama kali tatkala dirinya menjadi kecoak: harus segera bangun untuk bekerja, bergegas biar tidak terlambat meski kereta berikutnya jelas akan membawanya pada keterlambatan, memikirkan alasan yang tepat kepada atasan, berharap kepala bagian SDM memakluminya. Kerja, kerja, kerja, bukan mengapa aku menjadi kecoak, bukan berteriak panik karena berubah menjadi binatang menjijikkan. Bukan! 


Dari sini saja, pembaca juga akan mendapati bagaimana kapitalisme telah hadir pada lembar-lembar pertama buku ini. Sistem ini memengaruhi pola pikir pekerja. Bekerja adalah tuntutan yang utama sehingga lama-lama kemampuan bekerja tersebut menjadi bagian dari mesin kapitalisme. Sistem ini juga mengesampingkan nasib yang menimpa pekerjanya. Perubahan mendadak Gregor menjadi kecoak tidak memberikan jeda kepedulian atau kemanusiaan barang sejenak kepadanya. Ketika kelas pekerja kehilangan kemampuan bekerjanya, maka sudah tidak lagi berguna dalam sistem.


Metamorfosis tidak hanya bicara soal kapitalis semata. Seperti yang saya sampaikan di atas bahwa Kafka juga menyoroti perihal respon manusia dalam hubungan relasi sosialnya ketika manusia mengalami perubahan. Melalui Gregor Samsa, Kafka hendak menuangkan refleksi kehidupan baru manusia saat mengalami transformasi yang—katakanlah—tidak menyenangkan—anggap saja kecoak adalah binatang rendah—serta bagaimana sikap lingkungan terhadap perubahan tersebut.


Buku ini mengurai emosi Gregor atas transformasi barunya: kesulitan beradaptasi—meski akhirnya berhasil juga; merana dengan ketidakpedulian dan penolakan keluarganya; kesepian; keputusasaan; bahkan lama-lama dia bertingkah layaknya kecoak pada umumnya, Gregor masih mencoba mempertahankan kemanusiaannya, kesadarannya sebagai manusia, tetapi itu pun terabaikan. Dia tidak diterima sebagai manusia, tetapi dipandang sebagai kecoak secara utuh, serangga yang mengganggu, seekor monster yang tinggal di sebuah kamar di sebuah rumah. Segala hal yang diberikan untuk keluarganya lenyap tidak berbekas, tidak menyisakan ruang memori bagi keluarganya. Pada akhirnya Gregor pun mati sebagai kecoak tanpa dikenang pernah menjadi manusia (duh, spoiler, hahaha).


Sejalan dengan keterasingan yang dialami Gregor, Metamorfosis turut menggambarkan egoisme manusia melalui ayah-ibu-adik perempuan Samsa. Mereka melupakan jasa-jasa Gregor dengan cepat ketika laki-laki itu menjadi kecoak, menganggapnya sosok liyan yang hanya menjadi beban, tidak memberikan manfaat. Sang ayah melempari anaknya dan mengurungnya dalam kamar, sang ibu yang ketakutan dan selalu pingsan, dan sang adik yang tidak lagi memberinya makan dan membersihkan kamar. Semua merasakan kelelahan karena mereka harus bekerja agar terus hidup setelah Gregor tidak lagi bisa diandalkan—menjadi bagian dari kapitalisme juga.


Yah, bukankah perubahan itu pasti. Siapa pun pasti mengalaminya. Siapa saja bisa menjadi seperti Gregor—perubahan hidup, ya, bukan perubahan sebagai kecoaknya—yang  mengalami kejatuhan karier, kegagalan dalam hidup, tidak berdaya. Namun, siapa pun juga bisa menjadi ayah-ibu-adik perempuan Samsa: menghilangkan rasa cintanya, tidak bergantung kepada satu orang dan berusaha mencari penghidupan lain yang baru.


Keseluruhan buku ini mengulik perihal transformasi manusia beserta penerimaannya. Sebagian besar manusia menolak perubahan dirinya. Sebagian besar manusia tidak menerima adanya pihak liyan dalam lingkungannya. Manusia tatkala dalam posisi terendah ada juga yang mengalami penolakan di lingkungannya. Bahkan dalam posisi biasa atau baik-baik saja juga kemungkinan ada yang mengalami penolakan orang lain. Namun bagaimana ketika penolakan itu justru hadir dalam keluarga tempat kita dilahirkan?


Saya meyakini jika Gregor tidak bermaksud membuat situasi menjadi runyam. Akan tetapi, kondisi yang menimpanya tidak dapat dihindari dan dia memerlukan bantuan karena kesulitan-kesulitan dalam dirinya. Apakah itu salah? Apakah perbuatan tersebut tidak tepat? Namun di lain pihak, tidak benarkah keluarga Gegor mengeluh atas beban yang ditimbulkan laki-laki itu sementara mereka sendiri telah mengalami kelelahan bertumpuk-tumpuk karena pekerjaan?


Komunikasi, dong. Kenapa tidak ngomong. Bagaimana jika tidak terjalin komunikasi yang baik dalam keluarga tersebut? Mereka tidak saling memahami satu dengan yang lain. Komunikasi jelas terhambat. Dalam buku ini pun komunikasi Gregor dengan keluarga juga timpang. 


Barangkali patut kita renungkan sebentar perihal transformasi atau perubahan yang selalu bergerak dinamis. Meskipun buku ini ditulis melampaui puluhan tahun lamanya, tetapi gemanya bakal terus tersiar sepanjang waktu. Mengapa demikian, sebab perihal perubahan adalah keniscayaan dan sewaktu-waktu datang tanpa permisi?


Selain itu terkait kehidupan, memang ada yang lebih penting dari pekerjaan? Bagaimana kita bersikap ketika diri kita tidak lagi memiliki peran dalam kehidupan? Siapkah menjadi terpinggirkan? Bagaimana kita merespon jika orang terkasih/terdekat kita yang tidak lagi berperan dalam hidup kita? Terima atau lepaskan dan ganti dengan yang lain? Sejauhmana eksistensi kita terhadap diri kita sendiri dan orang lain? Bagaimanakah reaksi kita jika tidak ada seorang pun yang peduli dengan kita, mengabaikan kita? Sudah siapkah jika orang terkasih/terdekat kita melupakan kita dan move on


Itu yang dilakukan oleh keluarga Samsa selepas Gregor tiada. Mengesampingkan perilaku mereka terhadap Gregor tatkala menjadi kecoak, pada akhirnya mereka mampu tidak bergantung lagi dan memberdayakan diri sendiri serta melepaskan segalanya untuk bergerak maju dengan menemukan formula kehidupan yang baru.


Yah, apa pun yang terjadi, hidup itu memang rumit. Makin dipikir makin tidak jelas. Jadi lebih baik dijalani saja. Toh, perubahan tidak selalunya muram seperti kisah Gregor tersebut, bukan? Mengutip kata Patrick Star dalam serial Spongebob: “Apa pun yang terjadi, tetaplah bernapas”. Dan mengutip ucapan Dory dalam Finding Nemo: “Teruslah berenang”—karena ia dalam air maka konteksnya berenang, tetapi intinya adalah teruslah bergerak seperti biasa.


Terjemahan dalam buku ini baik, mudah dipahami dan enak dibaca. Saya rekomendasikan untuk siapa saja yang ingin membaca karya-karya Kafka maupun penggemar buku-buku klasik atau yang menyukai bacaan ringan dan berbobot.


Metamorfosis, sebuah novela tentang perubahan yang bisa terjadi dalam hidup kita. 


Tertarik baca?


•••


Kutipannya:

Pertimbangan yang berasal dari pikiran jernih dan ketenangan jauh lebih baik daripada kesimpulan yang diambil di tengah keputusasaan. (Halaman 10)


Apakah ia seekor binatang kalau musik bisa membuatnya begitu terpikat? (Halaman 70)






Posting Komentar

0 Komentar