•••
Identitas buku:
Judul: Menebar Cahaya di Negeri Sekeping Surga, Kisah Petualangan Para Ulama Menyebarkan Islam di Nusantara
Penulis: Fatchuri Rosidin
Penerbit: Republika
Tahun: Cetakan kedua: 2022
Jumlah: xii + 230 halaman
ISBN: 9786232791497
Kategori: nonfiksi, agama, sejarah
•••
⭐⭐⭐⭐/5
Blurbnya:
Ternyata, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di Jawa Barat itu cucu Raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Ternyata, sesepuh Wali Sanga Sunan Ampel mendirikan pusat pendidikan moral dan tata negara di Surabaya atas undangan raja Majapahit Prabu Brawijaya. Ternyata, kisah hidup Sunan Giri mirip seperti nabi Musa: dihanyutkan di laut saat masih bayi, diselamatkan nelayan, dan menjadi pemimpin besar saat dewasa. Ternyata nama Raja Ampat, salah satu destinasi wisata terbaik dunia yang ada di Papua, adalah sebutan untuk empat raja Islam yang memimpin wilayah Papua bagian barat.
Membaca buku ini, Anda akan menemukan hal-hal baru yang tak banyak diketahui orang. Tentang perjuangan para tokoh yang menyebarkan Islam di nusantara. Tentang bagaimana Islam masuk ke nusantara sejak abad ke-8 di masa kerajaan Sriwijaya dan menyebar hingga Papua. Tentang bagaimana kehidupan toleransi yang begitu indah antar umat beragama di nusantara.
Buku ini memuat banyak peristiwa sejarah, tapi dikemas dalam bentuk kisah. Anda akan dibawa berpetualang keliling dunia mengikuti petualangan seru para ulama dan menemukan kejutan-kejutan baru dengan kisah menakjubkan yang jarang didapat di buku mana pun. Buku ini layak mengisi rak-rak perpustakaan keluarga dan menjadi bacaan di semua usia. Dan ternyata, membaca buku sejarah bisa seasyik seperti membaca novel.
•••
Resensinya:
Sebuah pengalaman yang berbeda tatkala saya membaca Menebar Cahaya di Negeri Sekeping Surga ini. Sepertinya memang benar bahwa dunia mengenal Indonesia sebagai bangsa yang ramah, santun, dan cerah ceria sebab saya bisa merasakan kebersahajaan keadaban para ulama atau pendakwah awal Islam dalam sejarah penerimaan ajaran Islam yang penuh kedamaian dan kesejukan melalui buku ini. Dalam buku ini, Islam benar-benar bisa diterima dengan baik tanpa adanya peperangan, pertentangan, maupun pertikaian melalui caranya masing-masing. Sungguh.
Buku ini dapat menjadi salah satu bacaan menarik tentang bagaimana pendakwah di nusantara menyebarkan Islam kala itu. Dengan semangat tinggi mereka menjelajahi dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Bukan hanya akidah semata melainkan juga mengajarkan perihal pemerintahan, tata negara, hukum, sampai perniagaan. Termasuk kisah heroik mengusir penjajah Portugis sampai Belanda.
Hal yang unik dalam buku ini yakni penulis lihai menuturkan sejarah para ulama dalam bentuk layaknya kumpulan cerpen: ada narasi dan dialog. Melalui dua puluh tulisan pendek, penulis mengajak pembaca berpetualang ke masa lampau untuk menyelami kisah masing-masing pendakwah yang terajut apik dan berkelindan, runut menguraikan latar waktu kejadian (sejak 717 M sampai 1770-an atau saat kerajaan-kerajaan Hindu-Budha mendominasi nusantara pada era Sriwijaya, Majapahit, Padjajaran hingga kerajaan/kesultanan Islam berkuasa: Samudera Pasai, Aceh, Demak, Cirebon, dst.), dan menjelaskan hubungan kekerabatan para ulamanya. Sebuah buku nonfiksi dengan sentuhan fiksi. Asyik sekali.
Sebagai pembuka kisah, pembaca akan kembali pada abad ketujuh ketika babak baru hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam terangkai melalui jalur laut. Saat itu Khalifah Umar bin Aziz mengutus delegasinya untuk berdakwah di negeri-negeri timur, termasuk menjalin hubungan diplomatik ke Raja Sriwijaya. Rupa-rupanya, delegasi dakwah tersebut bukanlah yang pertama dilakukan, jauh sebelum itu, sekitar tahun 651 M, pemerintahan Utsman bin Affan pernah mengirimkan Sa’ad bin Abi Waqqash dalam misi serupa ke Cina dan negeri-negeri sekitarnya termasuk Sriwijaya. Mengejutkan, bukan? Baru tahu? Sama, saya juga baru mengetahui hal tersebut lewat buku ini. Mari kita tos!
Perjalanan masuknya Islam di nusantara pun tidak lepas dari keturunan Rasulullah dari nasab Husein bin Ali bin Abi Thalib yakni Husein Jamaludin akbar Azmatkhan yang berdakwah di Majapahit. Bahkan anak cucunya menjadi tokoh-tokoh ulama Wali Sanga. Judul-judul berikutnya dalam buku ini memuat kisah Ibnu Batutah di Samudera Pasai hingga tercetuslah buku Rihlah, Maulana Malik Ibrahim yang menyelipkan pesan-pesan dakwah melalui pertanian dan kedokteran, Sunan Prapen yang menyebarkan Islam dengan menggunakan wayang di Lombok, hingga banyak menuturkan tentang sepak terjang Wali Sanga di usia mereka yang terbilang masih muda sampai wafatnya.
Lebih indah, ada satu judul yang menuliskan tentang kehebatan Keumalahayati, panglima wanita asal Aceh hingga namanya mampu membuat tentara Portugis dan Belanda gentar. Tidak ketinggalan keakraban Islam terjalin dalam dialog-dialog penuh kehangatan di Raja Ampat, kisah heroik pengusiran Portugis oleh Fatahillah yang mengubah Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, dan masih banyak lagi.
Toleransi menjadi benang merah sekaligus tema besar dalam buku tersebut. Penyebaran Islam dilakukan dengan jalan damai. Layaknya tamu, para pendakwah dengan santun mendatangi pemimpin setempat untuk meminta izin terlebih dahulu, tidak memaksa, tidak pakai gontok-gontokkan, dan masyarakat serta pejabat setempat pun menerimanya dengan baik. Adem bacanya.
Dengan diksi yang sederhana lagi ringan plus bonus ilustrasi menarik dan memikat di setiap kisahnya, pembaca akan mendapatkan pengetahuan sejarah masuknya Islam di nusantara sekaligus lebih dekat mengenal Islam itu sendiri. Hebatnya lagi, para ulama bukan hanya berprofesi sebagai pendakwah, melainkan ada juga yang keturunan darah biru dan memimpin suatu wilayah, pandai berniaga, memiliki keahlian di bidang lainnya, dan gemar merantau (untuk mencari ilmu dan berdakwah). Mandiri sekali, hahaha.
Menebar Cahaya di Negeri Sekeping Surga, sebuah buku sejarah petualangan para pendakwah Islam di nusantara yang tidak akan pudar terlindas waktu dan kisah-kisahnya bakal terus menyala untuk memberikan inspirasi bagi umat muslim pada khususnya, dan umat manusia pada umumnya.
Penasaran?
•••
Kutipannya:
Pendidikan bukan sekadar memenuhi otak anak dengan pengetahuan. Pendidikan harus menginspirasi dan melahirkan mimpi. Mimpi mengubah dunia. Lalu mendorongnya berpetualang dan mengeksplorasi dunia. Pendidikan harus melahirkan passion dan diperkuat dengan dedikasi untuk mewujudkannya. Dan di atas semua itu, imanlah yang menjadi sumber semangatnya. (Petualangan Malik, halaman 53)
Al-Qur’an itu firman Gusti Allah yang diturunkan untuk umat manusia agar menjadi pedoman hidup di dunia. Gusti Allah pula yang menjadikan siapa pun yang mendengarnya akan merasakan keindahan dan ketenangan agar manusia mau mendengar dan memahami perintah-Nya. (Qari yang Meluluhkan Padjajaran, halaman 64)
Berangkatlah dengan bekal takwa; sebaik-baik bekal perjalanan. (Tenggelamnya Kapal Syekh Madinah, halaman 212)
Tugas pemerintah itu menjaga agar hak-hak dasar rakyat yang diberikan Allah terlindungi. (Petualangan Empat Sahabat, halaman 225)
Ada lima hak dasar yang menjadi tujuan syariat Islam ini diturunkan. Para ulama menyebutnya dengan istilah maqashid syariah. Kelima hak itu adalah hifdzud diin atau hak terjaga agamanya, hifdzun nafs (terjaga jiwanya), hifdzul aql (terjaga akal pikirannya), hifdzul maal (terjaga hartanya), dan hifdzun nasb (terjaga keturunannya). Sultan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat nanti apakah sudah bekerja untuk menjaga hak-hak rakyat yang dipimpinnya. (Petualangan Empat Sahabat, halaman 225)

0 Komentar