Kumpulan cerpen (kumcer) yang mengajak pembacanya berkelana dalam ceritanya yang lugas dan tangkas.
•••
Identitas buku:
Judul: Berapa Harga Nyawa Hari Ini?
Penulis: Eko Triono
Penerbit: Shira Media
Tahun: 2022
Jumlah: vi + 162 halaman
ISBN: 978602776-547
Kategori: kumpulan cerpen.
•••
Blurbnya:
Penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi, saya melihat bocah itu. Dia hanya senyum.
“Cerita hidup kalian memang berasal dari buku ini,” katanya santai, “duduklah. Mau es krim?” Ini enak lho” (Pertemuan dan Perpisahan Terbaik)
Pendengar, berikut ini kesaksian nyata pengguna jasa Terapi Ijazah yang terbukti manjur mengobati penyakit menganggur. Baik penyakit menganggur yang masih baru, maupun yang sudah menahun. Tiga kali konsultasi langsung kerja. Dijamin tidak akan malu lagi. (Kesaksian Nyata)
•••
Resensinya:
Hal pertama yang membuat saya mengangkut buku ini ke kasir tidak lain karena judulnya berhasil membuat saya mengambil jeda untuk berpikir. Kalimat Berapa Harga Nyawa Hari Ini? seperti sedang kepo dengan harga sayuran ke abang-abang atau ibu-ibu penjual sayur keliling kompleks, atau mirip para penggemar mini gold yang mengamati pergerakan harga emas tiap harinya.
Bahasa Ibu merasa keberatan, meski hanya ditahan dalam hati, “Aku mengandungnya. Membesarkannya, menimang, dan mengajarkannya cara bicara dengan bahasa yang kini dia anggap ketinggalan zaman.” (Bahasa Ibu, halaman 3)
Saya berdecak kagum dengan cerita pertama dalam kumpulan cerpen Berapa Harga Nyawa Hari Ini? yang berjudul Bahasa Ibu. Cerita ini mengisahkan tentang anak yang kini lebih senang menggunakan Bahasa Nasional ketimbang Bahasa Ibu maupun Bahasa Ayah. Zaman sekarang, makin ke sini, perlahan bahasa lokal atau bahasa daerah atau bahasa ibu itu kian terkikis dan orang-orang lebih senang memakai bahasa Indonesia (lebih-lebih bahasa gaul). Bukan begitu?
Itu baru satu cerita, masih ada dua puluh dua cerita pendek lainnya karya Eko Triono yang menarik dan menyenangkan untuk dibaca.
Tulisan-tulisan Eko Triono dalam buku ini dibuat dalam rentang waktu antara 2019-2021. Ada kisah yang cuma satu setengah halaman, ada pula sampai lima halaman. Jadi pembaca tidak akan jenuh dengan lembar-lembarnya. Diksi yang digunakan penulis pun sederhana dan mudah dipahami bahkan oleh pembaca yang ingin melahapnya sambil rebahan lagi selonjoran.
Misalnya, Terapi menggambarkan ikhtiar sebuah keluarga untuk membangun nuansa kebersamaan di meja makan agar bisa teralihkan dari ponsel. Sayang seribu sayang, baru juga uji coba pertama upaya tersebut gagal total. Permainan menjadi cerita pendek lucu lagi miris ketika sekelompok anak-anak memainkan permainan: Dari Mana Datangnya Kakek. Anak-anak harus memerankan profesi kakeknya masing-masing. Bisa ditebak salah seorang dari mereka menjadi paling malang sebab profesi kakeknya.
Sampai Senin malam, sebelas Januari, kami sudah melakukan dua puluh delapan panggilan telepon pada saudara buat memastikan siapa tahu ada keturunan orang penting entah dari pihak saya atau dari pihak istri, agar Juna dapat mau kembali ke sekolah esok hari. (halaman 60).
Kisah menegangkan datang dari Tiba-Tiba Saya Teringat pada U. tentang baku hantam tentara operasi militer di perkebunan sawit melawan pemberontak separatisme yang berimbas pada para warga di daerah tersebut. Sementara Coba Tebak, Siapakah Aku? penulis memberikan kisah misteri apik untuk menebak siapa dalang yang berhasil menumbuhkan semangat perubahan yang nyaris menguap di sebuah wilayah yang kering kerontang melalui berbagai petunjuk-petunjuk mimpi maupun alam.
Cerita Siapa yang Menipu Mereka? menggambarkan upaya seorang guru untuk mencerdaskan anak bangsa di hutan perbukitan nun jauh di sana. Akan tetapi, para penduduk menolak keras anak-anak mereka bersekolah sebab pengalaman masa lalu mereka yang menjadi korban penipuan oleh penduduk setempat yang bisa baca tulis.
Ada tulisan di papan nama sekolah kami, “Jangan ajari jadi penipu dan perebut kebun dan hutan penduduk!” (halaman 68).
Cerita lucu lainnya datang dari Keluar dan Masuk Neraka yang berkisah tentang Junaid yang dua malam berturut-turut bermimpi masuk neraka hingga menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran jika menjadi kenyataan jika bermimpi untuk kali ketiga. Dalam Penyair Baba ada akal-akalan sang tokoh utama agar temannya yang penyair itu menerbitkan puisi-puisi pada penerbitan indi miliknya.
Kesaksian Nyata berisi kumpulan testimoni nasib manusia berijazah yang putus asa karena menganggur lama pada akhirnya meraih keberhasilan setelah pergi ke dukun Terapi Ijazah. Oh, pas baca cerita ini pakai nada siaran iklan radio lebih maknyus, lho. Cerpen Berapa Harga Nyawa Hari Ini? yang menjadi judul buku, mengisahkan kemelut batin pasien-pasien yang tengah beradu dengan kematian untuk menentukan siapa dari mereka yang berhak mendapatkan ventilator yang hanya tersisa satu. Cukup mengaduk-aduk rasa tatkala penulis menggiring pembaca untuk mengenali satu demi satu pasien beserta pilihannya.
Sebenarnya saya ingin mengurai semuanya, tetapi cukup sepuluh saja. Tiga belas kisah lainnya siap menghibur pembaca, meskipun ada beberapa yang biasa saja. Satu yang saya perlu membaca sampai tiga-empat kali untuk memahaminya: Coba Tebak, Siapakah Aku?
Berapa Harga Nyawa Hari Ini? sebuah kumpulan cerpen yang berisi dua puluh tiga judul cerita berbeda. Setiap ceritanya mengandung makna yang berbeda. Maka bersiap-siaplah untuk berkelana dengan kisah-kisahnya.
•••
Kutipannya:
Perempuan bagiku boleh melakukan apa yang menurutnya baik untuk dirinya, termasuk mau kerja dan tidak kerja. Yang penting dia tidak merasa minder kalau kebetulan menjadi ibu rumah tangga dan merawat anak-anak. Tidak pada tempatnya bagi laki-laki merasa lebih dari perempuan hanya karena telah menikahinya. (Tn. Reza, Pemburu, halaman 18)
Lagi pula, lucu saja, orang mau masuk sekolah kok harus pintar, orang masuk rumah makan itu karena lapar, orang mau belajar itu karena bodoh, jadi aneh kalau ada anak dikeluarkan dari sekolah karena dianggap bodoh, atau masuk sekolah dasar harus sudah bisa baca dan seleksi dulu, atau orang mau masuk rumah makan harus kenyang dulu, atau motor rusak akan dikeluarkan dari bengkel. (Saya, Siapa yang Menipu Mereka?, halaman 67)
Apakah ketika seseorang bepergian, lidahnya tetap terikat tanah kelahiran? Tapi kalau soal hati dan jatuh cinta kok malah sebaliknya ya? (Saya, Cara Membekukan Kenangan, Katanya, halaman 97)
“Apa kalau mau sukses, orang memang harus menderita dulu?”
“Tidak harus sih. Tapi, kebanyakan begitu. Kerja keras memang kadang bikin orang menderita.” (Bukan Sulap, Bukan Sihir, halaman 107)



0 Komentar