Lauk Daun: Sebuah Satire Masyarakat Indonesia


Novel ini meraih penghargaan sebagai “Naskah yang Menarik Perhatian Juri” pada sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2021. Seberapa menariknya? Baca resensinya, yuk.

•••


Identitas buku:

Judul: Lauk Daun

Penulis: Hartari

Penerbit: baNANA

Tahun: 2022

Jumlah: 144 halaman

ISBN: 9786239824952


•••

⭐⭐⭐⭐/5


Blurbnya:

Ada yang menghindar, ada pula yang mengincar: jabatan Ketua RT. Bu As sangat ingin suaminya, Pak As, menjadi Ketua RT Kampung Merdeka karena otomatis jabatan Ketua PKK bakal ia pegang. Dan, begitu berkuasa, mulailah Bu As menindas warga. Kebijakan macam-macam, tetapi yang paling menyiksa warga adalah kewajiban bercocok tanam dan sepekan sekali senam. Perlawanan muncul di sana-sini, termasuk di grup percakapan.


Namun, kampung yang awalnya dihuni para purnawirawan ini tidak melulu berisi relasi kuasa. Ada kisah petualangan asmara membara yang melibatkan sekian pemain. Pagebluk datang, tetapi adu muslihat antarwarga tak berkurang, bahkan ketika Kampung Merdeka akhirnya menerapkan lockdown—lauk daun.


•••


Garis besarnya:

Pemilihan Ketua RT Kampung Merdeka dimulai. Bu As yang bukan siapa-siapa, tidak terlalu dekat dengan tetangga, mendadak menjadi Ketua PKK lantaran suaminya, Pak As, menjadi Ketua RT. Sejak saat itu, alih-alih tegas dan mengakomodir, Bu As menjadi seseorang yang otoriter, mau menang sendiri, dan tidak terbantahkan. 


Ada saja kebijakan yang membuat gerah para warga, salah satunya yakni bercocok tanam. Bu As ingin menjadikan Kampung Merdeka sebagai Kampung Hijau, dengan setiap rumah memiliki minimal satu tanaman hijau. Bagaimana kalau membangkang? Siap-siap kena denda.


Kepemimpinan Pak As pun usai. Ketika purnatugas, Bu As—dengan ketidakrelaannya—masih menyetir pucuk pimpinan yang kini dijabat orang lain, sampai ... pagebluk itu terjadi.


•••


Resensinya:

Saya tertawa saat membaca bab pertama buku ini. Pelafalan lockdown ala lidah Jawa dari orang dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi (baca: Bu As)  membuat saya mampu melahap novel ini dalam sekejap.


Buku ini mengambil peristiwa ketika awal-awal Indonesia dan dunia mengalami pandemi Covid-19 sebagai salah satu latar waktu, meski sesungguhnya alur novel ini berlangsung jauh sebelum peraturan lockdown berlaku.


Lauk Daun, sebuah novel yang memotret situasi perkotaan dari jarak dekat: sebuah perkampungan modern. Kisahnya cenderung santai, tetapi berisik, penuh kegaduhan dengan sajian drama masyarakat pada umumnya di unit pemerintahan terkecil: RT, dengan ragam kegiatan mulai dari arisan, lomba agustusan, senam sehat, kegiatan PKK, ramainya percakapan grup WA yang berisi emak-emak, kisruh rebutan lelaki, semula sahabat kemudian musuh, julid, nge-geng, ingin eksis, sindir menyindir, dan pernak-pernik lainnya. Benar-benar kisah sehari-hari yang juga terjadi di tempat tinggal kita, kan?


Buku ini mengajak pembaca mengkritisi pimpinan yang ambisius dan diktator, menertawakan kekonyolan warga saat menghadapi pimpinan yang nyleneh, sampai mengelus dada tatkala intrik dan kasak-kusuk berbuah pemufakatan yang mengatasnamakan kepentingan umum, tetapi sesungguhnya demi ambisi/kepentingan pribadi.


Penulis begitu lincah menggambarkan Indonesia dengan beragam krisis multidimensi dalam skala mikro dan menuturkan denyut nadi lingkungan RT dengan gaya bahasa yang ceria, santai, mengundang tawa, tetapi ngena.


Lauk Daun, sebuah novel yang merepresentasikan wajah kita, tempat tinggal kita semua yang penuh warna, jenaka, tetapi menusuk di akhir cerita.


Coba baca dan Anda akan geleng-geleng kepala.


•••


Kutipannya:

Tak semua yang diimpikan terwujud. Tak semua yang direncanakan tercapai. Begitu pula impian indah untuk menjadi yang terunggul.
(Halaman 95)


Posting Komentar

0 Komentar