Pledoi-pledoi Iblis yang menjungkirbalikkan logika dan keyakinan
•••
Identitas buku:
Judul: Iblis Menggugat Tuhan
Penulis: Da'ud ibn Ibrahim Al Shawni
Penerbit: Rumi Press
Tahun: 2023
Jumlah: 162 halaman
ISBN: 9786025234842
Kategori: fiksi, filsafat, teologi
•••
⭐⭐⭐⭐/5
Blurbnya:
“Bahkan Adam tidak berbicara begitu buruk tentangku; dia juga tidak menyalahkanku, meskipun aku menggodanya menuju kehancuran. Tapi dia tak akan melupakan perannya dalam kehancuranku. Aku bersekongkol melawannya hanya setelah Tuhan menjatuhkanku dari surga karena dia. Namun kau mencercaku dan menghormatinya dengan omong kosong yang tidak berarti: ‘Dia menyesal’”.
Aku menyembah Tuhan selama 700 ribu tahun. Tidak ada tempat yang tersisa di langit atau di Bumi di mana aku tidak sujud kepada-Nya. Tidak pantas untuk memandang penyembah ini dengan jijik. Ibadahmu, yang dikalikan dengan seribu kehidupan, hanyalah percikan dari matahari pengabdianku; hanyalah setetes di lautan cintaku. Siapakah kau berdiri di hadapan malaikat Tuhanmu, melontarkan fitnah terhadapnya? Jangan katakan kepada Tuhanmu bahwa, ‘Aku lebih baik dari dia!’”
•••
Garis besarnya:
Terdiri atas dua bab, yakni The Madness of God dan The Man Who Have the Elephant.
Cerita pertama berkisah tentang Buhaira yang mendadak merasa ragu atas imannya usai berbincang dengan seorang pemuda yang diduga utusan komunitas Marcionites–komunitas Nasrani yang dianggap sesat/bidah oleh Gereja. Dalam pencarian jawaban imannya, dia berjumpa dengan Muhammad kecil dan olehnya, Buhaira diajak bertemu dengan iblis. Tidak lama sesudahnya, Buhaira dan Iblis bercakap-cakap perihal Tuhan: kutukan Tuhan kepada Iblis hingga Hari Akhir, mengapa menolak bersujud kepada Adam, keimanan Iblis, sampai tujuan menyesatkan manusia.
Kisah kedua menceritakan raja Abrahah yang ingin menghancurkan rumah ibadah suku Quraisy yang bermula dari rasa tidak senang tempat ibadahnya “dikotori” oleh salah seorang pedagang muda asal suku Quraisy.
•••
Resensinya:
Perlu kehati-hatian dalam membaca buku ini. Jika biasanya saat membaca novel–ini karya fiksi, ya, bukan nonfiksi–saya cenderung mengosongkan pikiran, maka untuk buku yang satu ini, saya cenderung sudah memantapkan hati dan membentengi otak saya terlebih dahulu. Apa sebab? Tentu saja dari judul yang terkesan provokatif, mencari gara-gara sekaligus membuat saya penasaran, juga blurb yang berisi kalimat-kalimat pembenaran. Makanya, untuk menikmati buku ini, perlu situasi yang khusus.
Meski buku ini terdiri atas dua cerita, tetapi tidak ada keterkaitan secara langsung antara kisah pertama dengan yang kedua, sebab peristiwa pertama terjadi saat Muhammad masih kecil, dan yang kedua ketika Muhammad belum lahir. Meski demikian, keduanya sama-sama membicarakan tentang kuasa Tuhan dengan tokoh yang berbeda.
Iblis Menggugat Tuhan merupakan buku yang mengangkat paradoks ketuhanan. Dalam buku ini, penulis berhasil membuka khazanah atas interpretasi ketuhanan, tanpa terkesan menggurui pastinya.
Buku ini penuh dengan dialog-dialog yang berlembar-lembar, dan setiap dialog yang diucapkan mengandung muatan filosofis yang menguji keyakinan sekaligus logika berpikir manusia. Percakapan panjang yang terjadi antara Buhaira dan Iblis berujung adu argumen tersebut membawa ketegangan sebab Iblis memberikan dakwaan-dakwaannya berupa analogi logis lagi kritis tingkat tinggi. Iblis mengatakan dirinya sebagai hamba Tuhan yang paling patuh, paling taat, paling setia, kekasih Tuhan, daripada makhluk lainnya. Iblis terjatuh dan dikutuk oleh Tuhan hingga kiamat karena enggan bersujud kepada Adam merupakan takdir dan skenario Tuhan. Tidak ada hal lain selain apa yang menimpa pada diri Iblis merupakan rancangan Tuhan.
Begitu piawai Iblis membeberkan pendapat-pendapat yang masuk akal dan dirinya tidak bersalah, dirinya hanyalah “korban dan pemain” dari ketentuan Tuhan, termasuk Iblis menyesatkan manusia pun merupakan ”perintah Tuhan yang harus diemban” Iblis.
Cerdik bukan si Iblis itu?
Buku ini tidak sekadar mengulas sanggah menyanggah antara Buhaira dengan Iblis, tetapi sepanjang kisah perdebatan tersebut penulis banyak menyisipkan secara tersurat perihal luas dan dalamnya kuasa Tuhan, keesaan Tuhan, tujuan penciptaan dari Tuhan, ketetapan dan keputusan Tuhan jika menggunakan pikiran manusia. Makhluknya, dalam hal ini manusia, memiliki keterbatasan. bahkan kalau dipaksa sekalipun, untuk mengurai pengetahuan perihal Tuhan dan memahami-Nya, apalagi mempertanyakan Tuhan. Manusia cukup menikmati keimanan dan keyakinannya terhadap Tuhan, baik melalui kitab maupun penciptaan-penciptaannya. Tahan diri dari logika dan penilaian pribadi.
Bijaknya, di akhir kisah, penulis juga memberikan kalimat-kalimat yang bisa menetralkan situasi setelah membaca lembar-lembar perdebatan. Buku ini cukup mampu untuk mengajak pembaca memperdalam kecintaannya kepada Tuhan dan mempertebal keimanan. Ibaratnya penulis hendak menyampaikan bahwa melalui pembenaran-pembenaran yang diucapkan Iblis atas nasibnya itu, sejatinya pembaca sedang mengukuhkan keyakinannya sendiri kepada Tuhan.
Iblis Menggugat Tuhan, sebuah buku yang serupa dengan pedang: bermata dua. Pada satu sisi memukau sebab mampu menyelaraskan iman dan akal. Namun, pada sisi lainnya dapat menjerumuskan pikiran menjadi liar bahkan tersesat. Maka, bacalah buku ini dengan pikiran terbuka, secara tuntas, dan penuh kehati-hatian.
•••
Kutipannya:
Jangan tanyakan kepada Tuhanmu apa yang tidak sanggup kamu dengar. Jangan mengambil jalan ini, itu bukan jalan yang harus kamu lalui. (Muhammad, halaman 22)
Tidak ada satu pun kata yang kita ucapkan yang belum Dia dengar bahkan sebelum kita berbicara. Tidak ada yang kita lakukan yang tersembunyi dari-Nya, bahkan ketika kita menyembunyikannya dari diri kita sendiri. Tidak ada tempat di mana kau dapat berdiri tanpa berada di bawah bayang-bayang-Nya. (Iblis, halaman 45)
Dengan kuasanya, Tuhan mampu menuntun semua orang menuju arah yang benar. Namun demikian, Tuhan pun mampu menyesatkan mereka. Segala alasan yang ada di balik semua itu hanya Tuhan yang mengetahuinya dan kau tidak akan pernah menemukan jawabannya. (Halaman 73)
Bagaimana mungkin kau yang tidak pernah melayani Dia, bahkan untuk sesaat, meminta bertemu dengan-Nya? (Halaman 85)
Orang bodoh berharap bahwa hukum yang Tuhan sampaikan kepada manusia, seperti Tuhan sendiri, tidak berubah. Mereka menjadikan hukum-Nya sebagai sekutu-Nya dan menjadi penyembah berhala untuk itu. Kita telah melihat hukum berubah dan mereka akan berubah lagi, bukan karena Tuhan berubah, tetapi karena dunia berubah. (Siraaj, halaman, 107)
0 Komentar