Cerita-cerita Aceh
•••
Identitas buku:
Judul: Neraka yang Turun ke Kebun Kelapa
Penulis: Ida Fitri
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun: 2023
Jumlah: 124 halaman
ISBN: 9786020788487
Kategori: Novel, fiksi, kumcer
•••
Blurbnya:
Ida Fitri membangun dunia fiksinya berlandaskan latar Aceh yang kental—baik sejarah, mitos-mitosnya, maupun kehidupan masyarakatnya dulu dan kini. Yang-khayali pun berbaur dengan yang-faktual, yang-historis dengan yang-imajinatif, yang-profan dengan yang-religius, menguak aneka segi kehidupan yang dijalani oleh tokoh-tokohnya— segi-segi yang dipenuhi dengan warisan kekerasan militerisme, kemunafikan, sekaligus juga ketakjuban dan ketegaran pasca-tsunami.
“Aku lahir di pedalaman Aceh. Kematian-kematian tanpa alasan di tempat asalku merupakan salah satu alasan untuk menjadi pengembara, meski tidak mudah untuk menjadi pengembara yang baik. Untuk bertahan hidup, aku harus menguasai ilmu berubah wujud, menjadi apa saja yang berada di sekitarku; misalnya: saat berada di sebuah kota yang dihuni oleh orang-orang kaya, aku harus hidup seperti orang kaya, atau paling tidak berpura-pura menjadi orang kaya dengan berpakaian seperti pakaian mereka.”
•••
Resensinya:
Buku kedua karya Ida Fitri yang saya baca setelah Paya Nie meski secara urutan terbit, buku kumcer ini justru lahir lebih dulu dan hanya berselang beberapa bulan, enam bulan tepatnya, sebelum novel pertamanya terbit.
Bagi pembaca maupun masyarakat Indonesia, Aceh tidak pernah kering dalam menawarkan cerita-ceritanya. Aceh kaya dengan keunikan dan kekhasan cerita yang payung besarnya bermuara pada kebesaran Kerajaan Aceh, tanaman ganja, masa konflik, bencana tsunami, hingga pelaksanaan syariat Islam yang begitu erat nilainya dalam kehidupan sehari-hari di sana.
Sebagai orang yang tinggal di luar Aceh, saya beruntung bisa mengetahui Aceh melalui bacaan yang ditulis oleh penulis Aceh, terlebih penulis Aceh perempuan, seperti kumcer ini. Neraka yang Turun ke Kebun Kelapa diambil dari salah satu judul dalam kumpulan delapan belas cerita pendek karya Ida Fitri yang sebelumnya pernah terbit di sejumlah media besar Indonesia dalam rentang 2017–2022.
Dalam buku ini, Ida tidak sekadar menyajikan cerpen-cerpen yang menyenangkan, tetapi juga begitu autentik dan personal. Ida cukup mampu merefleksikan realitas seputar Aceh maupun mengekspresikan sindirannya terhadap isu sejarah, sosial, politik, dan budaya setempat dalam suara beragam: beberapa mengandung ironi mendalam; mengusung masa-masa suram konflik tahun 1965 hingga operasi militer serta luka dan duka bencana tsunami; menyibak kehidupan manusia yang penuh pencitraan dan kemunafikan; sampai makmurnya kehidupan petani berkat ladang ganja.
Dari delapan belas cerita tersebut, beberapa cerita ada yang menarik dan mudah dipahami, ada pula yang sulit dimengerti karena metafora yang digunakan. Tidak hanya menuliskannya dengan lincah, Ida memberikan sentuhan surealis nan magis dalam cerpen-cerpennya serta di antaranya memiliki akhir tidak terduga.
Mana saja cerita yang saya suka? Saya menyukai Aliansi Para Petani, Pemikul Jamban, Bayangan Bahtera Nuh, Ratu Laron, Kesaksian Seorang Bocah, dan Perihal Lukmanul Hakim dan Kisah dalam Kitab Suci. Ternyata banyak juga, wkwkwk.
Tertarik baca?
•••
Kutipannya:
Benar, sekolah memang tak pernah membicarakan bencana dan apa yang harus dilakukan bila itu terjadi. (Bayangan Bahtera Nuh, hal. 30)
Kau cukup memiliki satu kebijaksanaan cinta, maka kau akan memiliki dunia dan segala isinya. (Dua Belas Kebijaksanaan, hal. 94)
0 Komentar