Komik bertema masa pubertas yang menarik dan menyeramkan pada saat bersamaan.
Identitas buku:
Judul: Aku no Hana (Kembang Jahanam) volume 1
Penulis: Shuzo Oshimi
Penerbit: Level Comics (Elex Media)
Tahun: 2023
Jumlah: 208 halaman
ISBN: 9786230045691
Kategori: komik, fiksi, thriller psikologi, perundungan, dark romance
Status: bersambung
•••
Blurbnya:
Pada suatu hari, pemuda penyuka sastra yang mencintai karya-karya Baudelaire, Takao Kasuga, menemukan tas berisi seragam olahraga milik siswi yang disukainya, Nanako Saeki, di kelas kosong sepulang sekolah. Dia lalu mencurinya. Akan tetapi, seorang siswi yang dibenci di kelasnya, Sawa Nakamura, memergokinya!! Gadis itu pun memaksa Kasuga untuk membuat “perjanjian” dengannya kalau tidak mau rahasianya itu dibongkar…!
•••
Resensinya:
Sebuah angin segar dan pertanda baik bagi perkomikan Indonesia dengan diterjemahkannya Aku no Hana. Marwah Level sebagai komik yang memuat cerita dewasa (ingat, ini untuk ceritanya yang rumit dan sulit sehingga butuh cara berpikir dewasa biar memahami maksud penulis apa dan memang tidak untuk anak-anak sebab dikhawatirkan malah enggak sampai pesannya nanti) seolah kembali lagi setelah dulu … entah tahun berapa saya membaca komik yang perlu mikir untuk mengartikan jalan ceritanya.
Tersebutlah di suatu tempat, terdapat seorang siswa SMP bernama Takao Kasuga yang memiliki kegemaran membaca khususnya karya Baudelaire (tentangnya bisa dibaca di sini), pemalu, tidak terlalu pintar-pintar amat malah lebih ke bodoh dalam satu-dua mata pelajaran, tidak menonjol alias biasa saja. Kemudian ada Sawa Nakamura, teman sekelasnya yang memiliki kecenderungan sosiopat, tidak memiliki teman sama sekali, aneh, bermulut kasar, dan bodoh di hampir semua mata pelajaran. Serta Nanako Saeki, gadis cantik, pintar, dan cukup populer.
Terdengar seperti kisah romantis, bukan?
Sayangnya Aku no Hana bukanlah kisah cinta biasa. Meski ada kembang-kembangnya, tetapi Aku no Hana lebih banyak mengisahkan penyimpangan psikologi masa pubertas yang dialami remaja. Dan semua hal menjadi di luar kendali sejak Takao Kasuga tertangkap basah oleh Sawa Nakamura membawa pulang pakaian olahraga Nanako Saeki yang ketinggalan di kelas.
Komik Aku no Hana, atau Kembang Jahanam dalam terjemahan Level, mengeksplorasi tema seksualitas masa pubertas dari kacamata remaja awal. Sama halnya dengan di Indonesia, perihal seks di Jepang merupakah hal yang tabu, maka tatkala anak-anak dalam buku ini beralih fase menuju remaja awal dalam masa pubertas mengalami kebingungan sehingga mengekspresikannya dengan cara yang berbeda.
Kisah dalam komik ini berpusat kepada tiga tokoh utama, yakni Kasuga, Nakamura, dan Saeki. Sepanjang membaca Aku no Hana, cukup banyak adegan yang barangkali terasa janggal dan ganjil bocah seumuran SMP, tetapi jika pembaca mau menilik ke belakang atau mengingat-ingat kembali fase-fase awal pubertas masing-masing, yang dilakukan mereka merupakan gejala alamiah: membicarakan hal-hal mesum, malu mengakui tertarik dengan lawan jenis, salah tingkah hanya karena bertubrukan pandangan, tatapan secara sadar/tidak sadar intens pada bagian-bagian intim lawan jenis (dada/selangkangan), deg-deg ser saat menyentuh dada perempuan meski enggak sengaja, dll. Perkataan “mesum”, tindakan “tidak senonoh”, dan “menjadi tidak normal” hampir mewarnai Aku no Hana.
Psikologi karakternya pun sangat menarik. Kasuga hanyalah remaja biasa lagi canggung yang menyukai buku-buku yang tidak umum dibaca seusianya. Hal itu membuatnya merasa lebih intelektual daripada teman-temannya dan meyakini jika tidak ada seorang pun di tempat tinggalnya yang mampu memahaminya. Kasuga juga merasa dirinya terkurung oleh pegunungan di sekitar kotanya. Tentu saja pola pikir demikian membuatnya terjebak, kesepian, sehingga Kasuga lebih asyik menekuri buku. Ketika dia melihat pakaian olahraga Saeki yang tertinggal, emosinya bergejolak, ada hasrat untuk memiliki, dan dirinya paham jika perbuatannya membawa pulang baju tersebut tidak tepat, perbuatan tercela, tetapi dia tidak mampu alias gagal mengembalikan dan meminta maaf meski kesempatan banyak terjadi.
Selanjutnya ada Nakamura yang dalam pandangan saya dia karakter yang rumit lagi aneh. Dia memeras dan menekan Kasuga untuk mengikuti apa pun kemauannya. Lebih tidak wajar lagi adalah Nakamura memaksa Kasuga untuk berpikiran sama dengannya: dirinya adalah mesum maka orang lain juga sama mesum sepertinya, mengulang-ulang kalau Kasuga itu mesum, Kasuga itu cowok menjijikkan, bahkan meminta Kasuga untuk menceritakan isi kepalanya tentang hal-hal yang membuat laki-laki itu bergairah saat memakai atau mencumbui pakaian olahraga Saeki, memintanya membayangkan memakai baju tersebut, membuat Kasuga benar-benar mesum padahal Kasuga tidak pernah berpikiran atau bertingkah begitu.
Hingga volume pertama usai, saya belum mengetahui apa yang menjadi penyebab Nakamura melakukan hal demikian. Masih menjadi tanda tanya besar, sebesar penasaran saya dengan keterkaitan karya Baudelaire yang digunakan Oshimi. Ada simbol atau pemaknaan apakah di sana.
Nah, selain dua tokoh itu, masih ada Saeki. Meski belum terlalu banyak perannya, tetapi cukup membuat saya menarik kesimpulan jika Saeki pun sama kesepiannya. Sebab hidupnya tidak jauh-jauh dari las-les-las-les. Anak perempuan seumuran remaja awal, kan, biasanya lagi getol-getolnya main, hahaha.
Dalam pandangan saya, Aku no Hana menekankan perihal bagaimana sebuah kesalahan kecil rupa-rupanya dapat membebani hidup dan bagaimana sulitnya saat memperbaiki kesalahan di masa lalu. Komik ini juga ingin mengajak pembacanya menelisik lebih jauh kecemasan-kecemasan yang dialami remaja saat awal pubertas, terutama orang tua agar lebih bijak ketika anak mereka telah memasuki usia remaja. Gejolak dan rasa ingin tahu terhadap tubuh remaja sangatlah besar. Memberikan pendidikan seksual bukanlah hal tabu. Kehadiran atau peran orang tua penting dalam tumbuh kembang anak-anak remaja (karena ada adegan pemakluman dari ayah Kasuga yang berulang kali menyebutkan jika memang begitulah anak seusia Kasuga sedang mencari jati diri, tetapi tanpa pernah mengarahkan). Lantas, Oshimi ingin menyampaikan kalau setiap manusia memiliki pikiran kotornya masing-masing dan sejauhmana pikiran itu … kembali pada diri masing-masing juga. Enggak usah munafik, lah ….
Aku no Hana, sebuah bacaan bagus yang saya rekomendasikan bagi mereka yang menggemari cerita-cerita psikologis maupun pencinta cerita romantis dengan nuansa kelam yang menyertai. Ceritanya cenderung realistis dan terbangun dengan baik melalui keputusan-keputusan yang diambil tokoh-tokohnya dalam situasi-situasi tertentu.
Namun, barangkali beberapa pembaca akan kesulitan mencerna kisahnya maupun membuat gelisah dan tidak nyaman karena adegan-adegan di dalamnya. Komik ini jelas bukan untuk anak-anak karena rawan peniruan adegan.
Oh, ngomong-ngomong, komik ini sudah ada versi anime dan live action-nya dengan judul yang sama. Silakan dicari bagi yang penasaran. Saya belum menyaksikan keduanya, sih. Kemudian, hingga saya menyusun resensi ini, Aku no Hana telah terbit di Indonesia sampai volume 4. Komik ini akan saya ulas kembali setelah bukunya tamat, ya.
Minat baca?
.webp)
0 Komentar