Trisurya: Invasi yang Diam-Diam Menghampiri

Siapa sangka jika korespondensi yang dilakukan 40 tahun yang lalu membawa cerita ini bergerak dan berdampak pada masa kini.


Identitas buku:

Judul: Trisurya

Penulis: Liu Cixin

Penerbit: KPG

Tahun: 2019

Jumlah: vi + 471 halaman 

ISBN: 978-602-481-133-4


•••


⭐ 4.8/5



Blurb:

Revolusi Kebudayaan Tiongkok memakan banyak korban, termasuk profesor fisika ayah mahasiswi Ye Wenjie. Ye lantas terseret prahara zaman sampai akhirnya terlibat proyek rahasia pemerintah di Pangkalan Pantai Merah. Di tengah kepahitan hidup, Ye lantas mendapatkan sarana untuk mendengar—dan berteriak—ke antariksa.


Lebih daripada empat puluh tahun kemudian, karya Ye terhubung dengan sejumlah kasus bunuh diri ahli fisika, dan game rumit yang menantang pemainnya dengan masalah fisika klasik yang belum terjawab. Peneliti nanomaterial Wang Miao membantu aparat dalam penyelidikan kasus-kasus bunuh diri dan kaitannya dengan game itu. Namun Wang mendapati pihak berwenang yang meminta bantuannya sedang sangat ketakutan—seolah menghadapi ancaman terbesar terhadap nasib umat manusia.


Trisurya adalah novel pertama trilogi Trisurya karya penulis fiksi sains Tiongkok Liu Cixin. Setelah menjadi novel fiksi sains terpopuler di Tiongkok, karya Liu ini menjadi fenomena di ajang dunia sesudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Three-Body Problem pada 2014 dan meraih berbagai penghargaan: Hugo Award 2015, Kurd-Laßwitz-Preis 2017, dan Premio Ignotus 2017.


•••


Garis besarnya:

Suasana mencekam saat Revolusi Kebudayaan di Tiongkok menjadi pembuka perjalanan Ye Wenjie, seorang ahli astrofisika. Kala itu, dirinya harus melihat perburuan dan pemberian hukuman tanpa peradilan sejumlah ilmuwan, termasuk sang ayah. Tragisnya, ibu dan adik perempuannya sendiri pun berada di pihak kontra dengannya, menjadi bagian dalam penyiksaan sang ayah. Semua hal tersebut menorehkan pengalaman pahit yang melekat kuat di hati dan kepala Ye Wenjie hingga dia menjadi pribadi yang kompleks.Sampai ketika Ye Wenjie dilibatkan dalam proyek pemerintah di Pantai Merah, saat itulah dia melakukan kontak pertama dengan makhluk asing di luar angkasa.


Siapa sangka jika korespondensi yang dilakukan 40 tahun yang lalu membawa cerita ini bergerak dan berdampak pada masa kini. Terjadi peristiwa aneh yang menyebabkan banyaknya fisikawan bunuh diri. Wang Miao, seorang peneliti nanomaterial, tidak luput dari kejadian tersebut. Dia putus asa sebab melihat hitung mundur yang tidak bisa dilihat orang lain di mana saja, menyaksikan semesta berkedip, sampai pada akhirnya dia menjadi salah satu peserta sebuah permainan game fisika “Tiga Benda” yang rumit.


Namun, dibalik serangkaian kejadian misterius, pihak kepolisian dan militer yang semula menyelidiki kematian para ahli fisika sebagai dugaan kasus kriminal biasa, ternyata jauh lebih besar dan berpotensi mengancam umat manusia dan dunia. Mereka melibatkan Wang Miao untuk mengungkap apa dan siapa yang bertanggung jawab atas matinya fisikawan, game Tiga Benda, hingga kemunculan gerakan Organisasi Bumi Trisurya (OBT) yang menanti kedatangan makhluk luar angkasa Trisurya. Satu cita-cita OBT yakni melenyapkan seluruh umat manusia, peradabannya, termasuk diri mereka sendiri dan anak cucu mereka.


•••


Resensinya:

Saya akui, tidak mudah membaca novel ini. Butuh perjuangan lebih, terutama niat membaca sampai tuntas. Namun, setelah selesai, saya puas.


Trisurya, novel sci-fi ini masuk ke kategori hard core alias semua dunia dibangun dan dibuat sedemikian rupa berdasarkan imajinasi penulis yang digabung dengan sains fisika klasik dan modern yang dimunculkan dalam game Tiga Benda melalui karakter raja kaisar dunia dan tokoh-tokoh penemu ilmu matematika dan fisika; kosmologi; politik; sejarah; filsafat; ada bumbu konspirasinya; sampai invasi alien.


Trilogi pertama karya Liu Cixin ini terdiri dari tiga bagian, dan—menurut saya—bagian pertama merupakan yang membosankan karena mengisahkan Ye dan Revolusi Kebudayaan saat itu. Setidaknya, seratus halaman pertama adalah fase terberat dalam buku ini sebab temponya lambat. Akan tetapi, begitu membaca bagian kedua dan ketiga, akan terasa menyenangkan, terkejut, dan terkagum-kagum dengan cara menuliskan serba-serbi fisika menjadi ringan dan mengasyikkan. Jadi yang sabar, ya, Ges. 


Tenang … bahasanya sederhana, tidak ndakik-ndakik yang sulit dipahami. Tentunya tidak mudah mengalihbahasakan dunia ilmiah ke dalam kalimat-kalimat yang bisa dimengerti oleh orang awam, dan Trisurya berhasil melakukannya. Hanya saja narasinya memang panjang-panjang, jadi bagi sebagian pembaca akan merasa bosan/jenuh.


Buku ini menggunakan alur maju-mundur terus-menerus. Setiap kepingan kenapa begini, kenapa begitu bisa loncat-loncat. Buku ini cenderung menonjolkan sisi ilmiah (plot) alih-alih perkembangan tokoh-tokohnya. Makanya persiapkan imajinasi Anda. Tidak direkomendasikan bagi yang tidak sabaran atau terbiasa dengan alur maju. Namun, kalau kepo dengan dunia fisika atau sci-fi hard core ini bisa jadi rekomendasi.


Trisurya, sebuah novel yang akan membuka wawasan baru atas kemungkinan-kemungkinan besar dan tidak terduga yang bisa menimpa dunia, bahkan diri Anda.


•••


Kutipannya:

Kupikir kehidupan adalah sesuatu kecelakaan di alam semesta. Alam semesta adalah tempat yang kosong, dan manusia hanyalah semut di dalamnya. Cara berpikir seperti ini merasuki separo hidupku dengan konflik emosi: Kadang kupikir hidup itu berharga, dan semuanya begitu penting; tapi pada waktu lain kupikir manusia begitu tidak penting, dan tidak ada yang berharga. Bagaimanapun, hidupku berlalu hari demi hari dengan membawa perasaan ini, dan sebelum kusadari, aku sudah tua .... (Hal. 202)






Posting Komentar

0 Komentar