Bidadari yang Mengembara: Pengembaraan yang menggigit dan bikin perih


Kumpulan 12 cerpen karya A.S. Laksana yang mengulik tema-tema sederhana

•••

Identitas buku:

Judul: Bidadari yang Mengembara

Penulis: A.S. Laksana

Penerbit: GagasMedia

Tahun: 2014

Jumlah: 160 halaman

ISBN: 9789797806996

Kategori: Kumpulan cerpen, fiksi, surealis


•••

⭐: 4.5/5


Blurbnya:

Beginilah awalnya ….


Seorang perempuan mencari pahlawannya sambil mendendangkan kisah. Barangkali, kau pun pernah mendengar salah satu cerita itu karena dia adalah bidadari yang keluar dari kepala Scheherazade. Dia adalah bidadari yang mengembara merintih dengan iringan musik rebana sambil berkata lantang, “Aku mencarinya sebab akulah sempalan rusuknya dan ia menyebutku bidadari.”


Syahdan, seorang lelaki memetik kisah-kisah itu. Dan, ini adalah cerita yang dirangkainya dari penggalan-penggalan omongan orang tentang Alit ….


Kumpulan cerpen Bidadari Yang Mengembara ini berisi dua belas cerpen AS Laksana, antara lain: Menggambar Ayah, Bidadari yang Mengembara, Seorang Ibu yang Menunggu, Burung di Langit dan Sekaleng Lem, Seekor Ular dalam Kepala, Telepon dari Ibu, Buldoser, Seto Menjadi Kupu-Kupu, Bangkai Anjing, Rumah Unggas, Peristiwa Pagi Hari, dan Cerita Tentang Ibu yang Dikerat


•••


Resensinya:

Teman saya memberikan buku ini sebagai hadiah karena saya telah berbelanja ke lapaknya. Beliau tahu jika A.S. Laksana termasuk salah satu penulis yang saya suka makanya tidak segan-segan memberikannya. Katanya, tambahnya lagi sebelum kami ngobrol tidak jelas dan saya undur diri, saya akan menyukai buku ini, dan … saya sepakat dengannya.


“Kau pikir, kenapa perempuan itu ingin melumatku? tanyaku kepada mereka.

“Ia takut melahirkan serigala,” jawab salah satu.

“Ia menganggapku seekor serigala?”

“Perempuan itu mendapatkanmu dari jalanan.”

“Karena itu aku dianggapnya serigala?”

“Karena itu kau dianggapnya serigala.”

("Menggambar Ayah", halaman 2)


Bermain-main dengan diksi sehingga membuahkan narasi yang apik lagi elok dan indah membuat kumpulan cerpen ini menjadi sebuah buku unik sebab gaya bertuturnya yang sarkas, satire, dan mengesankan sekaligus. A.S. Laksana kerap sekali menggunakan metafora, meski demikian, barisan-barisan kata-katanya cenderung sederhana dan mudah dipahami sehingga enak dibaca dan rapi. Selain itu juga deret kalimat-kalimat panjang yang beranak pinak membuat cerita-cerita dalam buku ini kian detail dan kuat.


Bidadari yang Mengembara merupakan kumpulan 12 cerpen karya A.S. Laksana yang mengulik tema-tema sederhana, meski kecenderungan isu dominannya adalah keluarga, tokoh-tokohnya biasa saja, kebanyakan adalah dari sudut pandang anak (baik masih anak-anak, remaja, maupun telah dewasa). Bukan perkotaan, perdesaan, atau rumah-rumah mewah, penulis mengajak pembaca untuk berjalan-jalan menelusuri gang-gang kecil yang kelam dan penuh rahasia: pelacuran, anak tidak diharapkan, gelandangan, rasa penasaran, mistis, ketidakpercayaan, kebodohan, rumor, kemarahan dan dendam anak-orangtua, dan hal-hal janggal lainnya. Rasa-rasanya, jika pembaca membuka lembar demi lembarnya bekal kena tampar-caci maki-tercengang secara beruntun.


Penulis mengisahkan setiap ceritanya secara kacau; imajinasinya seenaknya sendiri; mengacak-acak dengan surelisnya; mbulet ke sana kemari; ada kisah dalam kisah; menukil kitab suci, cerita khalifah, kisah pewayangan, berita-berita viral di media, hingga puisi dalam kalimat-kalimatnya secara absurd; pergantian sudut pandang yang halus … sangat halus malah sehingga pembaca tanpa sadar larut ke dalam cerita ke satu tokoh kemudian ke tokoh yang lain kemudian saling membaur, tetapi pas komposisinya. Kesannya rumit, barangkali, tetapi inilah keunikannya yang njlimet justru mengukuhkan cerita itu sendiri. Itu belum termasuk plot twist dan mindblowing di akhir cerita. 


Bisa saya katakan jika sebagian besar cerpen ini memiliki nada-nada negatif, yakni tentang amarah, kepedihan, kekecewaan, dendam dari para tokoh-tokohnya. Pembaca akan mendapati nama yang hampir mendominasi keseluruhan cerita: Alit. Tenang, tidak ada kaitannya antara satu Alit dalam satu cerpen dengan Alit pada kisah yang lain. Benang merahnya pun tidak ada, hanya semacam nama kesenangan untuk dijadikan tokoh saja, kok.


Secara ringkas, 12 belas cerpen tersebut berkisah tentang:

  1. "Menggambar Ayah". Menyampaikan kerinduan aku, anak tidak diharapkan dari hasil hubungan di luar nikah, kepada sosok ayah hingga akhirnya menggambar penis, di mana-mana, sebagai 'ayah'. 
  2. "Bidadari yang Mengembara". Pengembaraan tukang urut wanita yang mencari cintanya, Alit, laki-laki yang diurutnya, yang mencintai Nita dan memanggil tukang urut tersebut dengan nama Nita saat tidak sadarkan diri. Si tukang urut merasa dirinya tulang rusuk Alit yang hilang dan senang saat Alit menyebutnya bidadari bernama Nita.
  3. "Seorang ibu yang Menunggu atau Sangkuriang". Rasa penasaran anak saat bertanya asal muasal bayi dan kesulitan si ibu untuk menjawabnya sampai akhirnya sang anak pergi dan tidak pulang setelah berminggu-minggu, membuat ibunya menanti dengan penuh kecemasan akan terjadi hal buruk kepada anaknya dan ketika si anak kembali mendapati sang anak nekat memaksa ibunya memperlihatkan dari mana bayi berasal.
  4. "Burung di Langit dan Sekaleng Lem". Tentang aku, gelandangan, yang dapat melupakan banyak hal termasuk rasa lapar saat tidak memiliki cukup uang dengan sekaleng lem untuk nge-fly.
  5. "Seekor Ular di Dalam Kepala". Lin merasa ada seekor ular di dalam kepalanya dan upaya Rob, suaminya, untuk mengeluarkan ular tersebut.
  6. "Telepon dari Ibu". Hangatnya hubungan anak-ibu: Yun yang hamil dan ibunya yang pikun kerap meneleponnya.
  7. "Buldoser". Mengaduk-aduk perasaan sebab keluargaku, Alit, yang tergusur oleh pembangunan, bahkan saat ayah telah meninggal pun makamnya harus direlokasi, jika tidak ingin dibongkar karena proyek jalan arteri.
  8. "Seto Menjadi Kupu-Kupu". Seto yang jatuh cinta dengan seorang wanita hingga dia membeli banyak buku filsafat demi memikatnya sampai dia tiba-tiba lenyap, hanya ada kupu-kupu di kamarnya.
  9. "Bangkai Anjing". Menyentak dengan kisah aku, Alit, yang memiliki ayah buruk rupa sehingga diceraikan istrinya dan anak-anaknya pergi meninggalkannya. Siapa sangka salah seorang kakak memilih menjadi banci.
  10. "Rumah Unggas". Kisah Jono, ayah Seto, yang gemar melakukan eksperimen kawin silang unggas-unggasnya yang beda jenis serta Seto yang mengganti air embun pagi ayahnya dengan air kakus.
  11. "Peristiwa Pagi Hari". Harapan Alit agar ayahnya memahami kegelisahannya sebagai sesama laki-laki sebab setiap pagi dirinya ngaceng dan berhasrat ingin tidur dengan perempuan.
  12. "Cerita Tentang Ibu yang Dikerat". Rumor siapa yang mengerat ibunya, apakah aku atau adikku.


Dari 12 cerita tersebut saya menyukai "Menggambar Ayah", "Seekor Ular di Dalam Kepala", "Buldoser", "Bangkai Anjing", dan "Cerita Tentang Ibu yang Dikerat".


Seperti yang saya sampaikan bahwa kisah-kisahnya absurd, tetapi akan mampu membuat pembaca bertahan sampai lembar terakhir. Saya tidak langsung melahapnya dalam satu waktu, tetapi perlu lebih dari dua hari. Kenapa lama? Sebab permainan meramu diksi penulis enak untuk dinikmati.


Buku ini cocok untuk pembaca pencinta kalimat-kalimat panjang dan detail. Untuk yang tidak sabaran kemungkinan kurang cocok sebab kisahnya muter-muter dan penggunaan sudut pandang yang bisa bertolak belakang, termasuk juga kalimat majemuknya.


Bidadari yang Mengembara, sebuah kumpulan cerpen yang mengisahkan tentang jalan hidup masing-masing manusia yang akan membuat pembaca geleng-geleng kepala. Jalinan pada setiap cerpennya begitu sederhana, tetapi mampu mengoyak akal sehat dengan akhir kisah yang tidak terduga.


Tertarik baca?


•••


Kutipannya:

Bapak yang baik katanya harus bisa menjadi ayah, guru, dan kawan bermain bagi anaknya. Kalau aku ingin bapakku menjadi kawan bermain, aku menggambarnya dalam ukuran kecil. Bila aku ingin ia menjadi guruku, aku menggambarnya dalam ukuran besar.(Menggambar Ayah. Halaman 8)


Dan orang yang tidak pernah memiliki apa pun, tentu saja tidak akan pernah kehilangan apa pun. (Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang. Halaman 28)


Makin bertambah usia makin tahu aku bahwa rezeki bisa datang lewat siapa saja. Kadang-kadang gampang datangnya, kadang-kadang sulit. Nasib manusia bisa seharum kelopak mawar, dan bisa sama busuknya dengan bau kakus. Bila nasib sedang baik, tidak usahlah kau berpikir dari mana datangnya rezeki. (Burung di Langit dan Sekaleng Lem. Halaman 41)


“Apakah Tuhan tak suka diprotes?” tanyaku.

“Pak lurah saja pun tak suka,” kilahnya. (Buldoser. Halaman 70)


Di bumi Tuhan ini kita tidak bakal terlantar. Jadi jangan pernah mengumpat. Berterima kasih sajalah untuk rasa sedih dan rasa bahagia. Semua itu rahmat. (Buldoser. Halaman 71)


Kabar buruk memang hanya pantas ditempatkan di selokan. (Buldoser. Halaman 75)


Namun sesungguhnya ia tetap ingin memiliki, sebab ia merasa tak akan ada gunanya jika mencintai tetapi tidak memiliki. Kalau ia tidak bisa memiliki gadis yang ia cintai, maka gadis itu akan dimiliki orang lain. Dan jika ia berkeras mencintai milik orang lain, itu akan merupakan tindakan yang mengundang keributan. Ini merepotkan. (Seto Menjadi Kupu-Kupu. Halaman 83)





Posting Komentar

0 Komentar